DKPP Berhentikan Arief Budiman, Ini Tanggapan KPU
Gedung KPU (Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menanggapi putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang memberhentikan Arief Budiman dari jabatan Ketua KPU.

Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik menyebut pihaknya masih menunggu salinan putusan untuk dipelajari. Setelah menerima salinan, KPU akan menggelar rapat pleno oleh semua komisioner.

"Kami masih menunggu salinan putusan dan akan melaksanakan rapat pleno, yang kemudian akan dijadwalkan untuk mengambil keputusan apakah akan dilaksanakan atau tidak putusan DKPP tersebut,” kata Evi kepada wartawan, Rabu, 13 Januari.

Sebagai informasi, DKPP memberhentikan Arief Budiman dari jabatan Ketua KPU RI karena kasus pemberhentian Evi Novida Ginting Manik dari jabatan Anggota KPU.

Arief dianggap melanggar kode etik karena hadir dan mendampingi Evi mengajukan gugatan pemberhentian jabatannya yang diputuskan DKPP ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta beberapa waktu lalu.

Selain itu, Arief diduga melampaui kewenangannya yakni menerbitkan surat KPU RI Nomor 665/SDM.13.SD/05/KPU/VIII/2020 tanggal 18 Agustus 2020.

Dalam penyelenggaraan sidang sebelumnya, Arief sebagai teradu sidang DKPP menerangkan bahwa kehadirannya di PTUN pada 17 April 2020 tidak dimaksudkan menemani Evi untuk mendaftarkan gugatan ke PTUN Jakarta. 

Kehadiran Arief, diakuinya, sekadar memberi dukungan moril, simpati, dan empati didasarkan pada rasa kemanusiaan sebagai individu karena telah lama bersahabat dengan Evi. 

Arief mengaku kehadirannya di PTUN tidak dalam kapasitasnya sebagai ketua KPU yang merepresentasikan lembaga, sebab pada hari yang sama sedang menjalankan WFH.

Dalam sidang putusan DKPP, Anggota DKPP Didik Supriyanto menyebut pihaknya memahami ikatan emosional yang kuat antara Arief dengan Evi yang terbangun dari kesamaan profesi dan merintis karier dari bawah sebagai anggota KPU.

"Namun, ikatan emosional tidak sepatutnya menutup atau mematikan sense of ethics dalam melakoni aktivitas individual yang bersifat pribadi karena di dalam diri teradu (Arief) melekat jabatan ketua KPU merangkap anggota KPU yang tidak memiliki ikatan emosional dengan siapapun kecuali ketentuan hukum dan etika jabatan sebagai penyelenggara pemilu," tutur Didik.

Dalam kedudukannya, menurut Didik, seharusnya Arief tidak terjebak dalam tindakan emosional dalam menempatkan diri di ruang publik. Hal itu, kata dia, berimplikasi pada kesan  pembangkangan dan tidak menghormati putusan DKPP yang telah memberhentikan Evi dari jabatannya.

"Kehadiran teradu dalam setiap kesempatan di ruang publik mendampingi saudari Evi dalam usaha memperjuangkan haknya menyebabkan KPU secara kelembagaan terkesan menjadi pendukung utama dalam melakukan perlawanan terhadap putusan DKPP," jelasnya.

Sebagai informasi, Evi Novida Ginting Manik sempat diberhentikan DKPP karena melanggar kode etik penyelenggara pemilu. Pengesahan pemberhentian jabatan Evi dituangkan dalam Surat Keputusan Presiden Jokowi Nomor 34/P Tahun 2020.

Evi kemudian menggugat SK Jokowi ke PTUN Jakarta. Hasilnya, PTUN mengabulkan gugatan dan Evi kembali menjadi Anggota KPU RI periode 2017-2022.

Saat pendaftaran sidang, Arief hadir mendampingi Evi sebagai individu yang memberi dukungan moril. Namun, kehadiran Arief digugat ke DKPP oleh seorang wiraswasta bernama Jupri karena dianggap melanggar kode etik sebagai penyelenggara pemilu.