Bagikan:

JAKARTA - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memberhentikan Arief Budiman dari jabatan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI karena kasus pemberhentian Evi Novida Ginting Manik dari jabatan Anggota KPU.

Arief dianggap melanggar kode etik karena hadir dan mendampingi Evi mengajukan gugatan pemberhentian jabatannya yang diputuskan DKPP ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta beberapa waktu lalu.

Selain itu, Arief diduga melampaui kewenangannya yakni menerbitkan surat KPU RI Nomor 665/SDM.13.SD/05/KPU/VIII/2020 tanggal 18 Agustus 2020.

"Menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir dan pemberhentian dari jabatan Ketua KPU kepada teradu Arief Budiman selaku Ketua KPU RI," kata Ketua DKPP, Muhammad dalam sidang putusan yang ditayangkan YouTube DKPP RI, Rabu, 13 Januari.

Dalam penyelenggaraan sidang sebelumnya, Arief sebagai teradu sidang DKPP menerangkan bahwa kehadirannya di PTUN pada 17 April 2020 tidak dimaksudkan menemani Evi untuk mendaftarkan gugatan ke PTUN Jakarta. 

Kehadiran Arief, diakuinya, sekadar memberi dukungan moril, simpati, dan empati didasarkan pada rasa kemanusiaan sebagai individu karena telah lama bersahabat dengan Evi. 

Arief mengaku kehadirannya di PTUN tidak dalam kapasitasnya sebagai ketua KPU yang merepresentasikan lembaga, sebab pada hari yang sama sedang menjalankan WFH.

Anggota DKPP Didik Supriyanto menyebut pihaknya memahami ikatan emosional yang kuat antara Arief dengan Evi yang terbangun dari kesamaan profesi dan merintis karier dari bawah sebagai anggota KPU.

"Namun, ikatan emosional tidak sepatutnya menutup atau mematikan sense of ethics dalam melakoni aktivitas individual yang bersifat pribadi karena di dalam diri teradu (Arief) melekat jabatan ketua KPU merangkap anggota KPU yang tidak memiliki ikatan emosional dengan siapapun kecuali ketentuan hukum dan etika jabatan sebagai penyelenggara pemilu," tutur Didik dalam sidang putusan DKPP.

Dalam kedudukannya, menurut Didik, seharusnya Arief tidak terjebak dalam tindakan emosional dalam menempatkan diri di ruang publik. Hal itu, kata dia, berimplikasi pada kesan  pembangkangan dan tidak menghormati putusan DKPP yang telah memberhentikan Evi dari jabatannya.

"Kehadiran teradu dalam setiap kesempatan di ruang publik mendampingi saudari Evi dalam usaha memperjuangkan haknya menyebabkan KPU secara kelembagaan terkesan menjadi pendukung utama dalam melakukan perlawanan terhadap putusan DKPP," jelasnya.

Dengan demikian, Arief dianggap melanggar Pasal 14 huruf (c) juncto Pasal 15 huruf (a) dan huruf e juncto Pasal 19 huruf (c) dan (e) Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu.

Sebagai informasi, Evi Novida Ginting Manik sempat diberhentikan DKPP karena melanggar kode etik penyelenggara pemilu. Pengesahan pemberhentian jabatan Evi dituangkan dalam Surat Keputusan Presiden Jokowi Nomor 34/P Tahun 2020.

Evi kemudian menggugat SK Jokowi ke PTUN Jakarta. Hasilnya, PTUN mengabulkan gugatan dan Evi kembali menjadi Anggota KPU RI periode 2017-2022.

Saat pendaftaran sidang, Arief hadir mendampingi Evi sebagai individu yang memberi dukungan moril. Namun, kehadiran Arief digugat ke DKPP oleh seorang wiraswasta bernama Jupri karena dianggap melanggar kode etik sebagai penyelenggara pemilu.