Maria Pauline Lumowa Didakwa Rugikan Negara Rp1,2 Triliun
Maria Pauline Lumowan dalam sidang perdana (Rizky Adytia/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Terdakwa perkara dugaan pembobolan kas Bank Negara Indonesia (BNI) cabang Kebayoran Baru dengan modus Letter of Credit (L/C) fiktif, Maria Pauline Lumowa menjalani sidang perdana. Maria didakwa merugikan keuangan negara lebih dari Rp1,2 triliun.

Pengajuan L/C fiktif dilakukan Maria saat menjabat sebagai pemilik PT Sagared Team dan Gramarindo Group. Di mana, kedua perusahaan itu menaungi 7 anak perusahaan yang dipimpin 9 orang termasuk Adrian Herling Waworuntu. 

Pada awal 2020 Maria, membuat hubungan bisnis dan meminta Adrian Herling Waworuntu sebagai konsultan investasi di perusahaannya. Kemudian, pada Agustus 2020, Maria menggandeng Ollah Abdullah Agam dan Manager Pelayanan Nasabah Luar Negeri BNI 46 Kebayoran Baru, Edy Santoro untuk mengajukan permohonan kredit.

Rencananya, permohonan kredit itu diperuntukan bagi salah satu kelompok usaha PT Sagared Team. Hanya saja, permohonan itu ditolak.

Penolakan itu berujung pada kerugian Bank BNI 46 cabang Kebayoran Baru sebesar 9,8 juta dolar Amerika Serikat (AS) karena beberapa pencairan L/C yang tidak terbayar. Sehingga, Edy meminta Maria untuk menutupi kerugian tersebut.

Untuk menutupi kerugian itu, Maria memutuskan membeli tujuh perusahaan milik Gramarindo Group. Kemudian, jabatan direktur utama di masing-masing perusahaan tersebut diisi oleh orang-orang kepercayaan Maria.

"Terdakwa selanjutnya meminta para direktur perusahaan-perusahaan tersebut untuk mengajukan pencairan L/C dengan melampirkan dokumen ekspor fiktif ke BNI 46 cabang Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, sehingga seolah-olah perusahaan tersebut mengadakan kegiatan ekspor," kata jaksa penuntut umum (JPU) Sumidi dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu, 13 Januari.

Dengan adanya perintah itu, ketujuh perusahaan tersebut lantas membuka rekening giro dan mengajukan pencarian dana dengan menyerahkan L/C dengan dokumen-dokumen berupa wesel ekspor fiktif. 

Pengajuan itu pun disetujui pihak Bank BNI 46 tanpa melakukan pengecekan dokumen-dokumen tersebut. Padahal, pihak yang mengeluarkan dokumen itu bukan merupakan koresponden Bank BNI 46.

"Pihak BNI 46 Kebayoran Baru tanpa melakukan pengecekan kepada pihak bank yang mengeluarkan L/C, yakni Roos Bank Switzerland, Middle East Bank Kenya, Wall Street Banking Corp Ltd, dan Dubai Bank Kenya Ltd," ungkap Sumidi.

Selanjutnya, Maria juga mengajukan perusahaan-perusahaan lain untuk mencairkan L/C dengan lampiran dokumen ekspor fiktif. Padahal pencairan L/C dengan dokumen fiktif atas nama perusahaan-perusahaan yang dikendalikan oleh Maria belum dilakukan pembayaran dengan jumlah 82,8 juta dolar AS dan 54 juta Euro.

"Yang apabila diekuivalenkan dalam rupiah sekurang-kurangnya setara dengan Rp1.214.468.422.331,43," kata Sumidi.

Dengan runtutan tersebut, jaksa menilai Maria telah melakukan tindakan pidana yang tercantum dalam Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP subsider Pasal 3 jo Pasal 18 UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Maria juga didakwa dengan Pasal 3 Ayat (1) huruf a UU tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang subsider Pasal 6 Ayat (1) huruf a dan b UU tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.