JAKARTA - Pemerintah Korea Selatan mempercepat langkah-langkah untuk mengubah baterai anti-rudal Amerika Serikat yang ditempatkan di negara mereka menjadi instalasi permanen.
Sistem Terminal High Altitude Area Defense (THAAD), yang mampu mencegat rudal balistik yang masuk, dikerahkan di Seongju, Provinsi Gyeongsang Utara Korea Selatan pada tahun 2017, untuk menangkal ancaman nuklir dan rudal Korea Utara.
Namun, sistem anti-rudal itu hanya dipasang sementara, karena adanya reaksi keras dari China dan penduduk Seongju. Beijing mengklaim bahwa radar THAAD dapat digunakan untuk memata-matai manuver militernya. Sementara, penduduk kota di bagian tenggara Korea Selatan itu khawatir tentang dampak lingkungan.
Pada Hari Jumat, Kementerian Pertahanan Korea Selatan dan Pasukan AS di Korea (USFK) mengatakan, mereka baru-baru ini mengadakan latihan bersama dengan menggunakan peluncur jarak jauh THAAD. Ini adalah latihan pertama sejak baterai anti-rudal dikerahkan di sini, menurut militer, Jumat.
"Dalam menghadapi ancaman rudal canggih DPRK, pelatihan pasukan THAAD kami meningkatkan kesiapan tempur unit, postur pertahanan gabungan dalam aliansi, menunjukkan komitmen kuat untuk mendukung dan membela Korea Selatan, dan semakin memperkuat keamanan dan stabilitas di Semenanjung Korea," kata USFK dalam sebuah pernyataan, dilansir dari Korea Times 27 Maret.
ROK adalah singkatan dari nama resmi Korea Selatan, Republik Korea. Sedangkan Republik Demokratik Rakyat Korea (DPRK) adalah nama resmi Korea Utara.
Pemerintah diperkirakan akan mengambil langkah-langkah untuk mengubah pangkalan THAAD menjadi instalasi permanen pada awal Juli, dengan Kementerian Lingkungan Hidup diharapkan sudah memiliki penilaian dampak lingkungan yang akan ditimbulkan.
Setelah Kementerian Lingkungan Hidup memberikan lampu hijau, tentara AS akan diizinkan untuk memulai proses pembangunan infrastruktur dan fasilitas untuk pangkalan THAAD.
Sementara kekhawatiran meningkat bahwa langkah Seoul mungkin akan menuai protes keras dari Beijing, para analis memandang bahwa China sekarang memiliki lebih sedikit opsi pembalasan dibandingkan dengan yang dimilikinya pada tahun 2017, mengingat perlambatan ekonominya dan persaingan yang meningkat dengan Washington.
"Tiongkok akan meningkatkan ancaman karena Pemerintah Korea Selatan terus mengubah unit THAAD menjadi pangkalan permanen. Tetapi, sepertinya tidak akan memberikan sanksi yang lebih kuat daripada yang telah kita lihat pada tahun 2017," kata Kang Joon-young, seorang profesor studi Tiongkok di Universitas Studi Luar Negeri Hankuk.
"Di tengah meningkatnya persaingan dengan AS, China tampaknya kurang bersedia untuk bermusuhan dengan negara-negara tetangganya. Dan ancaman nuklir Korea Utara yang terus berkembang membenarkan alasan Pemerintah Korea Selatan untuk mengejar pertahanan diri yang lebih kuat," tambahnya.
BACA JUGA:
Sementara itu, peneliti di Asan Institute for Policy Studies Lee Dong-gyu menggemakan sentimen tersebut, dengan mengatakan, "Ketika AS meningkatkan pengaruhnya di Asia Timur Laut melalui kerja sama trilateral dengan Korea Selatan dan Jepang, pembalasan terhadap Seoul karena THAAD dapat menjadi kontraproduktif bagi kepentingan strategis Tiongkok sendiri."
"Ditambah lagi, ekonomi Tiongkok saat ini sedang mengalami krisis besar, sehingga akan ragu-ragu untuk menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap negara tetangganya," tandasnya.
Kendati demikian, Lee menekankan Korea Selatan harus tetap waspada terhadap kemungkinan pembalasan dari China, dengan terus berupaya untuk mengingatkan Beijing, sistem senjata pertahanan tersebut tidak dirancang atau mampu mengancam kepentingan keamanan Beijing.