Eks Kadis DLH Bandar Lampung Jadi Tersangka Korupsi Retribusi Sampah, Pencopotan Tunggu Surat Kejati
Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kota Bandar Lampung Herliwaty (ANTARA/Dian Hadiyatna)

Bagikan:

BANDAR LAMPUNG - Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kota Bandar Lampung mengatakan masih menunggu surat penahanan dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung guna melakukan pencopotan jabatan mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sahriwansah dan dua orang lainnya karena menjadi tersangka korupsi retribusi sampah tahun 2019-2021.

"Kami menunggu surat resmi dari Kejati tentang penahanan mereka bertiga sebagai dasar untuk mencopot jabatannya itu," kata Kepala BKD Kota Bandar Lampung Herliwaty dilansir ANTARA, Jumat, 24 maret.

Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung melakukan penahanan terhadap tiga tersangka tindak pidana korupsi pada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bandarlampung pada Selasa (21/3). Ketiganya yakni Sariwansyah selaku mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup tahun 2019-2021.

Kemudian, Hayati selaku Pembantu Bendahara Penerima Pada Dinas Lingkungan Hidup, dan Haris Fadila selaku Kepala Bidang Tata lingkungan pada Dinas Lingkungan Hidup Kota Bandarlampung.

"Ya jadi kalau suratnya sudah diterima jabatannya segera dicopot. Jadi ini baru pencopotan dari jabatannya ya, bukan status mereka dari pegawai negeri sipil (PNS)," kata dia.

Ketiganya saat ini masih berstatus PNS, sampai nanti ada putusan yang memiliki kekuatan hukum tetap (Inkrah) oleh pengadilan.

"Jadi sampai sekarang Pemkot Bandar Lampung belum menerima dan belum sampai juga surat penahanan mereka bertiga kepada kami," lanjut dia.

Karenanya ketiga tersangka tersebut masih menerima gaji. Namun setelah ada surat penahannya maka tunjangan jabatannya akan dibuang.

"Sekarang masih menerima gaji 50 persen, nanti kalau sudah inkrah baru tidak diberi gaji lagi," kata dia.

Terkait pergantian jabatan Pembantu Bendahara Penerima dan Kepala Bidang Tata lingkungan pada Dinas Lingkungan Hidup, oleh Kepala OPD-nya saat ini, boleh saja agar pekerjaan di sana tidak terhambat.

"Bisa saja diganti oleh Kepala OPD agar pekerjaan di dinas itu tetap berjalan, tidak terganggu, tapi memang untuk SK dari Kepala Daerah belum ada," ujarnya.