Dokter Paru Meninggal Misterius di Nabire, IDI Minta Jaminan Keamanan Nakes Bekerja di Daerah Konflik
Ucapan duka PB IDI untuk dr Mawartih Susanti, SpP, Dokter Spesialis Paru yang meninggal dalam masa pengabdiannya di RSUD Nabire, (ANTARA)

Bagikan:

JAKARTA - Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) meminta seluruh pemerintah dan aparat keamanan menjamin keamanan dan keselamatan setiap tenaga kesehatan (nakes) yang bekerja di daerah terpencil dan rawan konflik.

Diketahui Dokter Spesialis Paru dr Mawartih Susanti yang telah mengabdi selama 5 tahun di Rumah Sakit Umum Daerah Nabire, Papua Tengah, tersebut ditemukan meninggal dunia di kediamannya. Meski belum diketahui penyebabnya, PB IDI juga mengingatkan bahwa perihal jaminan keamanan dan keselamatan telah diminta kepada pemerintah untuk menjadi perhatian penting.

“Salah satu kendala dalam pemerataan dokter terutama dokter spesialis di daerah adalah belum ada jaminan keselamatan dan keamanan dari Pemerintah Pusat maupun daerah bagi para tenaga kesehatan yang bertugas, terutama di wilayah terpencil dan wilayah konflik,” kata Ketua Umum PB IDI Moh Adib Khumaidi dikutip ANTARA, Senin 13 Maret.

Adib menyatakan kematian Dokter Spesialis Paru dr Mawartih Susanti,di Nabire, Papua merupakan alarm bagi pemerintah bahwa para tenaga kesehatan masih menghadapi kendala seperti jaminan keamanan dan keselamatan, infrastruktur akses yang tidak memadai sehingga belum bisa bertugas secara maksimal.

Kematian dr Mawartih amat disayangkan karena berdasarkan data dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, dari sekitar 1,424 dokter spesialis paru di seluruh Indonesia, jumlah Dokter Spesialis Paru untuk Indonesia Timur hanya kurang lebih 50 dokter.

Adib menilai perbaikan infrastruktur akses yang baik antar desa atau daerah menuju fasilitas kesehatan juga sangat diperlukan. Sehingga para nakes maupun masyarakat bisa mengakses layanan dan fasilitas kesehatan dengan lebih baik.

“PB IDI akan selalu menjadi mitra strategis pemerintah untuk mendorong berkembangnya layanan kesehatan di Indonesia. Namun, kendala pemerataan dokter spesialis di daerah terutama wilayah terpencil akan sulit diatasi apabila hal-hal seperti jaminan keamanan dan keselamatan serta akses infrastruktur tidak diperbaiki oleh pemerintah,” katanya.

Kemudian terkait pengusutan kasus kematian dr Mawartih, Adib menyatakan PB IDI akan terus memberikan pengawalan sampai tuntas, sesuai dengan keinginan keluarga mendiang yang berharap agar kasus tidak terulang dan tiap nakes yang mengabdi di daerah terluar, perbatasan, terpencil dan daerah konflik benar-benar mendapat kepastian dan perlindungan keselamatan dalam tugas.

“PB IDI akan terus mengawal agar kasus meninggalnya dr Mawartih ini diusut tuntas. PB IDI juga menyampaikan apresiasi yang tinggi untuk IDI Cabang Nabire yang sigap segera kejadian diketahui terus melakukan berkoordinasi dengan RSUD Nabire dan Pemda Nabire,” katanya.

Adib turut menyatakan PB IDI sangat mengagumi jejak pengabdian dr Mawartih yang telah mengabdi menjadi Pegawai Tidak Tetap (PTT) di Wilayah Kalimantan Tengah dan Tolikara, Papua, sebelum akhirnya memilih Nabire sebagai tempat pengabdian hingga akhir hayatnya pada 9 Maret 2023.

Sebagai ungkapan solidaritas dan duka cita atas meninggalnya dr Mawartih, PB IDI secara resmi mengimbau seluruh tenaga kesehatan untuk menggunakan pita hitam di lengan kanan, sejak Senin (13/3) hingga Rabu (15/3). Imbauan tersebut telah dikirimkan pada seluruh ketua IDI baik cabang hingga keseminatan dalam bentuk surat edaran resmi.

MUARA TEWEH - Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Barito Utara Latifah Tri Rahayu mengungkapkan sebanyak 647 orang yang telah meninggal dunia masih terdaftar saat pantarlih melakukan pencocokan dan penelitian (coklit) data pemilih Pemilu 2024.

"Temuan itu pada saat coklit mulai 12 hingga 19 Februari serta uji petik pada tanggal 20 Februari sampai dengan 14 Maret 2023," kata Latifah Tri Rahayu dikutip ANTARA, Senin 13 Maret.

Menurut dia, dari hasil uji petik yang dilakukan oleh panwaslu pada sembilan kecamatan se-Barito Utara, juga terungkap beberapa masalah seperti orang meninggal masuk daftar pemilih. Warga tak mau di-coklit karena alasan tidak mendapatkan bantuan langsung tunai (BLT).

Disebutkan oleh Latifah bahwa ada rumah belum ditempel stiker pendataan pemilih, ditemukan warga yang bukan penduduk setempat, kemudian ada pula satu nama ber-NIK ganda.

Sementara itu, anggota Bawaslu Provinsi Kalteng Winsi Kuhu mengatakan bahwa bawaslu menjalankan tugas sesuai dengan regulasi terkait dengan tahapan coklit data pemilih.

Winsi tak menampik sejak Pemilu 1999 data pemilih menyisakan persoalan sehingga perlu ada perbaikan setiap pemilu.

"Harus ada sinkronisasi data pemilih sehingga hak konstitusional warga negara terjamin. Kami siapkan data pemilih secara akurat, termasuk mengakomodasi warga yang berada di luar Kalteng," kata dia.

Mengenai validasi dan keakuratan data, penyelenggara pemilu akan mencoret nama yang sudah meninggal. Akan tetapi, tanpa adanya akta kematian nama masih ada di database.

Anggota KPU Kabupaten Barito Utara Siska menjelaskan bahwa pihaknya awal menerima data sinkronisasi dari KPU dari Kemendagri.

"Kami temukan nama masih tercatat, padahal yang bersangkutan sudah meninggal," kata Siska.

Pada pemilu kali ini, kata dia, pemutakhiran data bersifat de jure, artinya tidak ada bukti administrasi maka tidak bisa mencoret data seseorang secara semena-mena.

"Kawan-kawan parntarlih tidak bisa mencoret atau membuat TMS (tidak memenuhi syarat). Dicoret bisa, asalkan ada keterangan kematian dari perangkat desa atau akta kematian dari dinas dukcapil," katanya lagi.

Dengan demikian, seseorang memiliki data ganda, di bawah umur, atau berstatus TNI/Polri, kata Siska, harus ada bukti secara tertulis atau bukti administratif.

Kepala Bidang Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan dan Pemanfaatan Data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Barito Utara Hendra Erwitasyah membenarkan data kematian menjadi masalah klasik.

"Selama ahli waris atau keluarga tidak melaporkan, kami tidak bisa menghapus NIK. Kami minta kades/lurah untuk mendata. Akan tetapi, warga sering merasa tak ada kepentingan dengan akta kematian. Biasanya hanya PNS yang melaporkan kematian," kata Hendra.