Bagikan:

MATARAM - Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat (Kejati NTB) mengantongi nama tersangka atas kasus dugaan korupsi tambang pasir besi di Blok Dedalpak, Kabupaten Lombok Timur.

Juru Bicara Kejati NTB Efrien Saputera di Mataram, mengatakan pihaknya akan mengungkap kepastian dari hal tersebut setelah ada penetapan dari hasil gelar perkara penyidikan.

"Calon sudah ada. Tetapi, resminya dalam waktu dekat kami akan umumkan siapa saja, tunggu gelar," kata Efrien dikutip ANTARA, Jumat 10 Maret.

Dia pun meyakinkan bahwa hasil penggeledahan di Kantor Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) NTB dan Kantor PT Anugerah Mitra Graha (AMG), Kamis kemarin, menjadi materi pelengkap gelar perkara.

"Dokumen hasil geledah itu masih akan diteliti dahulu, nantinya apakah bisa jadi alat bukti untuk kebutuhan penetapan atau tidak," ujarnya.

Dalam penanganan kasus yang mengarah pada dugaan korupsi ini, penyidik kejaksaan tercatat telah memeriksa sejumlah pejabat daerah.

Mereka yang hadir menjalani pemeriksaan, antara lain Sekretaris Daerah (Sekda) NTB Lalu Gita Ariadi, Bupati Lombok Timur Sukiman Azmy, mantan Bupati Lombok Timur Ali Bin Dachlan, Kepala Dinas ESDM NTB Zainal Abidin bersama sejumlah pejabat di lingkup Dinas ESDM NTB serta Kementerian ESDM Perwakilan NTB.

Ada juga pemeriksaan terhadap pihak perusahaan yang membeli material hasil tambang pasir besi tersebut. Perusahaan yang berkantor pusat di Palembang, itu adalah PT Semen Baturaja (SMBR). Untuk pemeriksaan terhadap PT AMG, Kejati NTB belum secara transparan mengungkap hal tersebut ke publik.

Untuk kasus ini pun, jaksa belum mengungkap arah dari penanganan yang telah dipastikan berkaitan dengan adanya dugaan korupsi tersebut. Termasuk, upaya kejaksaan melengkapi alat bukti terkait kerugian negara.

Kepala Dinas ESDM NTB Zainal Abidin sebelumnya mengungkapkan PT AMG yang berperan sebagai perusahaan penambang pasir besi di Blok Dedalpak telah mengantongi legalitas izin yang berlaku selama 15 tahun terhitung sejak 2011 hingga 2026.

Namun, ada dugaan perusahaan yang berkantor pusat di Jakarta Utara itu melakukan kegiatan tambang pada tahun 2021 sampai 2022 tanpa mendapatkan persetujuan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) tahunan dari Kementerian ESDM RI.