KPK Tunggu Laporan Jaksa Sebelum Kembangkan Suap Pengurusan Perkara di MA
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata/DOKUMENTASI VIA ANTARA

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih menunggu laporan jaksa penuntut untuk mengembangkan kasus suap penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA). Apalagi ada sejumlah nama yang disebut dalam persidangan, salah satunya Sekretaris MA Hasbi Hasan.

"Tentu nanti jaksa akan buat laporan, fakta-fakta persidangan, setelah itu akan dipaparkan ke pimpinan," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam keterangan dikutip Senin, 6 Maret.

Analisis yuridis dan keterangan saksi di persidangan yang sudah berjalan, biasanya akan dilaporkan ke pimpinan komisi antirasuah. Dari sinilah, kata Alexander, pengembangan kasus bisa dilakukan.

Namun, karena KPK belum mendapat laporan mereka tak mau gegabah. Penyebabnya, tiap pengembangan dugaan rasuah harus disertai bukti.

"Tentu saja setelah dilengkapi dengan bukti-bukti penyidikan kan seperti itu," tegasnya.

Sebagai informasi, Hasbi diduga terlibat dalam kasus ini setelah namanya disebut dalam dakwaan Theodorus Yosep Parera dan Eko Suparno yang merupakan pengacara. Disebutkan, dia ikut membantu pengurusan perkara di MA dengan perantara Komisaris PT Wika Beton Dadan Tri Yudianto.

Sementara itu, dalam kasus suap pengurusan perkara ada 15 tersangka yang sudah ditetapkan. Mereka adalah adalah Hakim Yustisial Edy Wibowo; Hakim Agung Gazalba Saleh; Hakim Yustisial Prasetio Nugroho; dan staf Gazalba, Redhy Novarisza.

Tersangka lainnya, yaitu Hakim Agung Sudrajad Dimyati; Hakim Yustisial atau panitera pengganti Elly Tri Pangestu; dua aparatur sipil negara (ASN) pada Kepeniteraan MA Desy Yustria dan Muhajir Habibie; serta dua ASN di MA, Nurmanto Akmal dan Albasri.

Kemudian, pengacara Yosep Parera dan Eko Suparno serta Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana Heryanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto.

Selain itu, ada satu tersangka lain yang baru saja ditetapkan dalam kasus ini yaitu Ketua Pengurus Yayasan Rumah Sakit (RS) Sandi Karya Makassar (SKM), Wahyu Hardi. Ia diduga memberi uang sebesar Rp3,7 miliar kepada Edy Wibowo agar rumah sakit tersebut tidak dinyatakan pailit di tingkat kasasi.