Di Persidangan, Ajudan Mengaku Sering Setor ke Rekening Bupati Pemalang Nonaktif
Penampakan uang pecahan dolar AS yang diamankan penyidik KPK ditampilkan dalam sidang dugaan suap Bupati Pemalang di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin (ANTARA/ I.C.Senjaya)

Bagikan:

SEMARANG - Uut Triana, ajudan Bupati Nonaktif Pemalang, Jawa Tengah, Mukti Agung Wibowo, mengaku sering diperintahkan untuk menyetor yang tunai ke rekening milik mantan orang nomor satu di Kabupaten Pemalang itu.

"Sering diminta untuk transfer uang, besaran antara Rp5 juta sampai Rp20 juta. Pernah juga sampai Rp40 juta," kata Uut saat diperiksa sebagai saksi dalam sidang kasus dugaan jual beli jabatan di Pemerintah Kabupaten Pemalang di Pengadilan Tipikor Semarang dilansir ANTARA, Senin, 27 Februari.

Meski sering diminta untuk menyetorkan uang ke rekening BCA milik Mukti Agung Wibowo, saksi mengaku tidak mengetahui asal uang tersebut.

Uang yang ditransfer tersebut, lanjut dia, bukan merupakan gaji bupati karena uang gaji tidak dibayarkan secara tunai, namun ditransfer.

Selain ke rekening bupati, Uut mengaku pernah diperintahkan untuk mentransfer uang tunai Rp500 juta kepada seorang ustaz yang merupakan guru semasa Bupati Mukti menempuh pendidikan di pondok pesantren.

"Disetor ke bank, saya bilang uang itu untuk pembelian tanah," katanya dalam sidang yang dipimpin Hakim Ketua Bambang Setyo Widjanarko itu.

Dalam persidangan tersebut, Jaksa Penuntut Umum menunjukkan barang bukti sejumlah uang yang diamankan dari hasil penggeledahan.

Uang yang diamankan tersebut di antaranya uang Rp5 juta dalam pecahan Rp50 ribu, uang Rp10 juta dalam pecahan Rp100 ribu, dan mata uang asing sebanyak 4.200 dolar AS dalam pecahan 100 dolar AS.

Temuan uang tersebut dibenarkan Kepala Bagian Umum Setda Pemalang Tito Suharto yang menyaksikan penggeledahan oleh penyidik KPK.

"Uang Rp5 juta dan Rp10 juta ditemukan di ruang kerja bupati, sedangkan untuk yang dolar AS informasinya didapati dari kamar pribadi bupati," katanya.

Sebelumnya, Bupati Nonaktif Pemalang Mukti Agung Wibowo didakwa menerima suap dan gratifikasi terkait promosi dan mutasi jabatan di lingkungan pemerintah daerah tersebut yang totalnya mencapai Rp7,57 miliar.

Sidang digelar secara hibrida di mana terdakwa Mukti Agung Wibowo menjalani persidangan dari Ruang Tahanan KPK di Jakarta.