Setahun Perang Rusia-Ukraina, China Sebut Pengiriman Senjata Tidak akan Membawa Perdamaian
Pemungutan suara resolusi mengenai Ukraina pada sidang Majelis Umum PBB. (Twitter/@ZelenskyyUa)

Bagikan:

JAKARTA - Setahun perang Rusia melawan Ukraina hanya menghadirkan fakta-fakta brutal, bukti bahwa mengirim senjata tidak akan membawa perdamaian, kata China dalam sesi sidang Majelis Umum PBB Hari Kamis.

Pernyataan itu juga hanya beberapa hari setelah Amerika Serikat dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) memperingatkan Beijing agar tidak memberikan dukungan militer kepada Rusia.

"Menambahkan bahan bakar ke dalam api hanya akan memperburuk ketegangan. Memperpanjang dan memperluas konflik hanya akan membuat rakyat biasa membayar harga yang lebih mahal," ujar Wakil Duta Besar China untuk PBB Dai Bing kepada Majelis Umum PBB, melansir Reuters 24 Februari.

Negara-negara Barat telah menyediakan miliaran dolar dalam bentuk senjata kepada Ukraina sejak Rusia melakukan invasi. Sementara, Amerika Serikat dan NATO pada minggu lalu menuduh China mempertimbangkan untuk memasok senjata ke Rusia, memperingatkan Beijing agar tidak melakukan hal tersebut. China telah menepis tuduhan tersebut.

Dai berbicara di PBB sehari setelah diplomat tertinggi China Wang Yi mengunjungi Moskow, menjanjikan kemitraan yang lebih dalam dengan Rusia. China dan Rusia mengumumkan kemitraan "tanpa batas" tak lama sebelum Rusia menginvasi Ukraina.

Sebelumnya, pejabat tinggi urusan luar negeri Uni Eropa, Josep Borrell, bertemu dengan Wang di Munich minggu lalu. Ia mengatakan, ia bertanya kepada Wang mengenai kemungkinan dukungan militer China untuk Rusia.

"Dia sangat jelas dan tegas," kata Borrell kepada para wartawan di Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Hari Kamis, mencatat bahwa keduanya memiliki hubungan pribadi yang baik selama bertahun-tahun.

"Saya hanya bisa mengulangi apa yang dia katakan kepada saya: China tidak menyediakan senjata untuk Rusia dan tidak akan menyediakan senjata untuk Rusia, karena ini adalah bagian dari kebijakan luar negeri mereka untuk tidak mempersenjatai pihak-pihak yang sedang berkonflik," terangnya.

"Kita harus tetap waspada," tandasnya.

Majelis Umum PBB yang beranggotakan 193 negara, menyetujui sebuah resolusi yang menuntut Rusia segera menarik seluruh pasukannya dari Ukraina, menyerukan penghentian permusuhan, satu tahun setelah invasi Moskow.

Resolusi yang tidak mengikat ini disetujui oleh 141 negara, salah satunya Indonesia. Sementara, 32 negara abstain, termasuk China. Sedangkan tujuh negara memberikan suara menolak, di antaranya Rusia, Suriah dan Korea Utara.

"Kami siap untuk terus memainkan peran konstruktif dalam menyelesaikan krisis Ukraina, dan mewujudkan perdamaian secepatnya," kata Dai.

Diketahui, sejak Moskow menginvasi tetangganya pada 24 Februari tahun lalu, Presiden Rusia Vladimir Putin telah berulang kali mengisyaratkan, Rusia dapat menggunakan senjata nuklir jika terancam.

"Senjata nuklir tidak dapat digunakan, perang nuklir tidak dapat dilawan. Semua pihak harus bergabung bersama untuk melawan penggunaan atau ancaman penggunaan senjata nuklir, mencegah proliferasi nuklir dan menghindari krisis nuklir," tandas Dai.

Meskipun tidak mengikat, pemungutan suara tersebut menunjukkan tingkat dukungan untuk Kyiv di seluruh dunia saat perang terus berlanjut, dengan Rusia menduduki wilayah yang luas di Ukraina dan kedua belah pihak bersiap-siap untuk pertempuran yang lebih intensif di musim semi