Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah belum memutuskan akan memulangkan sekitar 600 warga negara Indonesia (WNI) eks ISIS yang mengungsi di Timur Tengah. Namun, jika akan dipulangkan, mereka akan mendapat deradikalisasi. 

Deradikalisasi adalah strategi untuk menetralisasi paham-paham yang dianggap radikal berujung terorisme. Penindakan in dilakukan dengan pendekatan yang halus tanpa tindakan represif. 

Meski begitu, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Suhardi Alius mengakui proses deradikalisasi kepada warga yang terpapar ideologi radikal tidaklah mudah. 

"Dalam program deradikalisasi secara keseluruhan, kita sangat tergantung bantuan dari semua kementerian karena BNPT tak bisa sendirian. Bayangkan betapa susahnya, tingkat kesulitannya untuk mereduksi dan menghilangkan traumatis itu," kata Suhardi di Kantor BNPT, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Jumat, 7 Februari. 

Sejak program dimulai pada 2014, BNPT telah melakukan deradikalisasi pada 700 mantan teroris. Program ini sifatnya sukarela. Orang yang pernah terpapar radikalisme ini bisa mendapat deradikalisasi di dalam lembaga pemasyarakatan (lapas). Jika tak mau, mereka bisa pulang dengan mendapat pemantauan dari BNPT. 

Kendala yang selama dihadapi BNPT, lanjut Suhardi, tidak semua mereka yang ada di dalam lapas ini juga mau deradikalisasi. 

"Bahkan, sampai mereka keluar dari penjara, ada yang tidak dapat program deradikalisasi. Orang-orang yang seperti ini berpotensi melakukan perbuatan radikalisasi itu kembali," ujar dia. 

Sementara, kendala lain datang dari penolakan beberapa pemerintah daerah pada 107 lapas se-Indonesia yang menempatkan mantan teroris.

"Kadang-kadang, pemda setempat minta 'Pak, jangan ditaruh di sini'. Lah, saya bingung kalau tidak di sana, mau ditaruh di mana? Lapas kita terbatas dan tingkat kesulitan tinggi," katanya. 

Belum lagi, proses pemulihan ideologi para eks teroris tersebut juga tidak mudah. Suhardi mencontohkan, pada  tahun 2017, ada satu keluarga tiga generasi yang menjadi eks teroris. Sudah pasti, paham radikal dalam keluarga tersebut sudah mengakar. 

"Bayangkan, di (lapas) Bambu Apus, ada 3 generasi dari  kakek, nenek, bapak, ibu, sampai cucunya berangkat ke sana (Suriah). Perubahan mindset mereka sudah betul-betul luar biasa," jelas Suhardi. 

"Oleh karenanya, kami juga bergangtung sama yang lain, seperti Muhammadiyah, NU,  ormas lain, termasuk psikolog. Eggak bisa kami tanpa bantuan masyarakat pada umumnya, termasuk mereka yang akan kami deradikalisasi," tambahnya.