Fenomena Jual Beli Suara Saat Pemilu, Perludem Pertanyakan Antisipasi Bawaslu
Distribusi logistik Pemilu 2019 menggunakan jasa porter ke dua desa terpencil di kaki Pegunungan Meratus, Hulu Sungai Tengah, Kalsel. (Antara-Bayu Pratama S)

Bagikan:

JAKARTA - Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mempertanyakan antisipasi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terhadap fenomena praktik jual beli suara saat pemilu berlangsung.

"Diharapkan Bawaslu punya visi besar bagaimana mengantisipasi praktik jual beli suara di Pemilu 2024," ujar Titi saat menjadi narasumber dalam diskusi OTW 2024 bertajuk "Setahun Jelang Pemilu, Mata Rakyat Tertuju ke KPU dan Bawaslu" yang digelar lembaga survei Kedai Kopi di Jakarta, Minggu 19 Februari, disitat Antara.

Menurut dia, selain menjadi permasalahan yang bisa memperburuk indeks persepsi korupsi, praktik jual beli juga menjadi salah satu dari empat masalah yang kerap muncul dalam penyelenggaraan pemilu dan tidak kunjung terselesaikan.

Lebih lanjut, Titi memaparkan tiga masalah lainnya yang kerap muncul dalam penyelenggaraan pesta demokrasi di Indonesia. Pertama adalah validitas daftar pemilih tetap (DPT).

"Saya kira ini kemudian berkenaan dengan tidak berhenti soal akurasi DPT, tapi memastikan komprehensifnya DPT menjangkau seluruh pemilih kita karena ini berkaitan dengan ketersediaan logistik pemilu," jelas Titi.

Masalah yang selanjutnya adalah terkait dengan politisasi aparatur sipil negara (ASN) atau birokrasi. Menurut Titi, untuk mengatasi persoalan tersebut, para pihak terkait seperti Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dan Bawaslu perlu memberikan perhatian serius terhadap netralitas ASN, terutama di bawah kepemimpinan para penjabat kepala daerah.

"Saya juga ingin menekankan, di 2023, 170 daerah akan dipimpin oleh penjabat. Netralitas dan profesionalitas aparatur sipil negara dengan kepemimpinan penjabat itu perlu jadi perhatian kita. Jangan sampai kemudian keberadaan Penjabat dan netralitas aparatur sipil negara dipolitisasi sedemikian rupa untuk keperluan kontestasi 2024," ucap dia.

Kemudian, masalah terakhir adalah netralitas, profesionalitas, serta independensi KPU dan Bawaslu.

"KPU-Bawaslu perlu kita kawal karena integritas pemilu sangat ditentukan oleh integritas penyelenggara pemilu," kata Titi.

Ia lalu mengajak seluruh masyarakat untuk mengawal tahapan rekrutmen anggota KPU di tingkat daerah yang tengah berlangsung pada saat ini.