SUMBAR - Polda Sumatera Barat (Sunbar) mengungkap kasus pengoplosan gas gas LPG Pertamina bersubsidi di Kota Padang.
Kabid Humas Pol Sumbar Kombes Pol Dwi Sulistyawan mengatakan, pengoplosan ini dilakukan dengan cara memindahkan isi tabung gas LPG bersubsidi 3 Kg ke tabung gas nonsubsidi 5,5 Kg dan 12,5 Kg.
Para pelaku kemudian menjualnya ke masyarakat dengan harga nonsubsidi.
Aksi oplos tabung gas ini dilakukan di pangkalan resmi gas LPG Pertamina bersubsidi di Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang, Rabu 15 Februari.
Dari pengungkapan kasus ini, Polda Sumbar menangkap empat pelaku, masing-masing wanita berinisial SY (41) selaku pemilik pangkalan gas, dua operator berinisial B dan N, serta seorang penadah berinisial EA.
Ia mengatakan, sebagai pemilik pangkalan gas LPG LPG Pertamina bersubsidi, SY lebih mudah melakukan aksinya tersebut.
"Gas ini dipindahkan dengan cara memodifikasi regulator, setelah selesai dipindahkan ke tabung gas 5,5 kilogram dan 12,5 kilogram tersebut ditutup dengan segel palsu sehingga seolah-olah asli," kata dia.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Sumbar Kombes Pol Adip Rojikan mengatakan dengan memindahkan isi gas LPG bersubsidi ke yang tidak bersubsidi, SY mendapatkan keuntungan yang lebih besar.
"Keuntungannya bisa dua kali lipat lebih dan sebagai pemilik pangkalan gas bisa juga langsung menjual juga dan dijual ke EA yang memiliki kios," kata dia.
BACA JUGA:
Ia mengatakan, SY sudah cukup lama melakukan aksi pengoplosan ini dan dari pengakuan tersangka sejak Maret 2022 atau sudah hampir satu tahun hingga ditangkap.
"Kami menyita puluhan tabung LPG berbagai ukuran dari yang bersubsidi dan tanpa subsidi," kata dia.
Ia mengatakan SY, B dan N dijerat Pasal 40 angka 9 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2022, tentang Cipta Kerja atas Perubahan ketentuan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
Sementara EA dijerat pasal 480 KUHP jo pasal 55 55 Undang-Undang Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang ditambah dan dirubah pada paragraf 5 Pasal 40 angka 9 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
"Pelaku ini diancam pidana kurungan paling lama enam tahun dan denda maksimal Rp60 miliar," tandasnya.