Cegah Krisis 1998, Ketua Baleg DPR Sebut Perppu Cipta Kerja Diperlukan Mendesak
Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Agtas saat memimpin Rapat Pleno dan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Narasumber, Selasa 14 Februari (ISTIMEWA)

Bagikan:

JAKARTA - Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menggelar rapat pleno dan rapat dengan pendapat (RDPU) dengan para ahli sebelum mengambil keputusan menerima atau menolak Perppu Cipta Kerja usai dibentuk Panja.

Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Agtas dalam keterangannya mengatakan, tujuan RDPU dengan para ahli agar mendapatkan masukan dari semua narasumber konteksnya adalah dalam kegentingan yang memaksa yakni menyiapkan payung hukum jangan sampai peristiwa krisis (1998) terjadi.

"Itu menurut saya adalah satu alasan yang sangat masuk akal terkait dengan urgensi kegentingan yang dimiliki dalam Perppu ini," ujar Supratman, Rabu 15 Februari.

Oleh karena itu, Politisi Fraksi Partai Gerindra ini menegaskan sekali lagi bahwa terkait dengan perbedaan pandangan konstitusional tidak lagi diperdebatkan.

Karena Supratman menilai, Perppu tersebut sudah pasti konstitusional dimana Perppu merupakan hak yang diberikan Undang-Undang kepada Presiden dalam kondisi tertentu.

"Sekali lagi menurut saya itu hak Presiden subjektifnya. Soal kita setuju, itulah fungsi kita mengobjektifkan dari hak subjektivitas Presiden tadi. Nah tergantung nanti penilaian kita masing-masing diantara semua Fraksi-Fraksi yang ada," pungkas Supratman.

Sebelumnya, Guru Besar Hukum Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Nindyo Pramono mengatakan kegentingan memaksa dalam penetapan Perppu dapat dimaknai sebagai sikap antisipatif dan Perppu Cipta Kerja merupakan upaya antisipatif atas kondisi perekonomian global.

“Dampak dari stagflasi atau krisis global sudah berpengaruh pada perekonomian nasional. Oleh sebab itu, Pemerintah tidak ingin kembali ke situasi lama, yakni terjadi krisis dulu baru membuat Undang-Undang, sehingga yang dilaksanakan adalah mengantisipasi hal itu,” tutur Nindyo