JAKARTA - Sembilan orang berhasil diselamatkan dari puing-puing bangunan di Turki pada Hari Selasa, lebih dari seminggu setelah gempa besar melanda, sementara fokus upaya bantuan bergeser untuk membantu orang-orang yang sekarang berjuang tanpa tempat berlindung atau makanan yang cukup, dalam cuaca yang sangat dingin.
Bencana tersebut, dengan jumlah korban tewas gabungan di Turki dan negara tetangga Suriah melebihi 41.000, telah merusak kota-kota di kedua negara, membuat banyak orang yang selamat kehilangan tempat tinggal di suhu musim dingin yang hampir membeku.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan telah mengakui adanya masalah dalam tanggapan awal terhadap gempa berkekuatan 7,8 yang terjadi pada 6 Februari, tetapi mengatakan situasinya sekarang terkendali.
"Kami menghadapi salah satu bencana alam terbesar tidak hanya di negara kami tetapi juga dalam sejarah kemanusiaan," kata Presiden Erdogan dalam pidato televisi di Ankara, melansir Reuters 15 Februari.
Korban tewas akibat gempa di Turki mencapai 35.3418 jiwa, kata Presiden Erdogan. Sementara, lebih dari 5.814 orang tewas di Suriah, menurut penghitungan Reuters dari laporan media pemerintah Suriah dan badan PBB.
Mereka yang diselamatkan pada Hari Selasa termasuk dua saudara laki-laki, berusia 17 dan 21 tahun, ditarik dari sebuah blok apartemen di Provinsi Kahramanmaras. Kemudian seorang pria dan wanita muda Suriah di Antakya diselamatkan setelah lebih dari 200 jam di reruntuhan. Mungkin masih ada orang yang masih hidup untuk ditemukan, kata seorang penyelamat.
Tetapi, otoritas PBB mengatakan fase penyelamatan akan segera berakhir, dengan fokus beralih ke tempat berlindung, makanan, dan sekolah.
"Orang-orang sangat menderita. Kami mengajukan permohonan untuk menerima tenda, bantuan, atau semacamnya, tetapi sampai sekarang kami tidak menerima apa-apa," kata Hassan Saimoua, seorang pengungsi yang tinggal bersama keluarganya di sebuah taman bermain di kota tenggara Turki Gaziantep.
BACA JUGA:
Saimoua dan warga Suriah lainnya yang berlindung dari perang di negaranya dan memilih menetap di Gaziantep, kehilangan tempat tinggal akibat gempa dan terpaksa menggunakan lembaran plastik, selimut serta karton untuk mendirikan tenda darurat di taman bermain.
"Kebutuhan sangat besar, meningkat setiap jam," kata Hans Henri P. Kluge, direktur Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk Eropa.
"Sekitar 26 juta orang di kedua negara membutuhkan bantuan kemanusiaan," sambungnya,
"Ada juga kekhawatiran yang berkembang atas masalah kesehatan yang muncul terkait dengan cuaca dingin, kebersihan dan sanitasi, dan penyebaran penyakit menular - dengan orang-orang yang rentan khususnya yang berisiko," tandasnya.