YOGYAKARTA – Kapan putusan pengadilan dianggap inkracht van gewijsde atau berkekuatan hukum tetap? Penjelasan mengenai pertanyaan tersebut dapat disimak pada uraian berikut ini.
Inkracht van Gewijsde
Istilah “putusan berkekuatan hukum tetap” sering digunakan beriringan dengan istilah hukum warisan Belanda, yakni in kracht van gewijsde. Kata “kracht” bermakna kekuatan, sedangkan kata “gewijsde” bermakna keputusan final, sehingga in kracht van gewijsde dapat dimaknai berkekuatan hukum tetap dan tidak ada upaya hukum biasa lagi.
Dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi, putusan pengadilan yang telah memperoleh hukum tetap, yakni:
- Putusan pengadilan tingkat pertama yang tidak diajukan banding atau kasasi dalam waktu yang ditentukan oleh Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana;
- Putusan pengadilan tingkat banding yang tidak diajukan kasasi dalam waktu yang ditentukan oleh Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana;
- Putusan kasasi.
Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), putusan berkekuatan hukum tetap dapat diketahui dengan kriteria sebagai berikut:
- Putusan pengadilan tingkat pertama yang tidak diajukan banding setelah waktu 7 hari sesudah putusan dijatuhkan atau setelah putusan diberitahukan kepada terdakwa yang tidak hadir, kecuali untuk vonis bebas, putusan lepas dari segala tuntutan hukum, dan putusan pemeriksaan acara cepat karena putusan-putusan tersebut tidak dapat diajukan banding.
- Putusan pengadilan tingkat banding yang tidak diajukan kasasi dalam waktu 14 belas hari sesudah putusan pengadilan yang dimintakan kasasi itu diberitahukan kepada terdakwa.
- Putusan kasasi.
Lantas, bagaimana jika putusan inkracth diajukan peninjauan kembali (PK)? Apakah putusan tersebut belum mempunyai kekuatan hukum tetap?
Menurut M. Yahya Harahap dalam buku bertajuk Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali, upaya PK tidak bisa dilakukan pada putusan yang belum inkracht. Pasalnya, putusan yang belum memiliki kekuatan hukum tetap hanya dapat ditempuh dengan banding atau kasasi.
Peninjauan Kembali baru terbuka setelah ada banding atau kasasi telah tertutup dan PK tidak boleh melangkahi keduanya. Artinya, PK baru bisa diajuka setelah putusan mempunyai kekuatan hukum tetap.
PK diajukan karena putusan sudah tidak dapat lagi dilakukan banding atau kasasi. Pengajuan PK atas suatu putusan yang sudah inkracht, tidak menangguhkan maupun menghentikan pelaksanaan dari putusan tersebut.
Dalam perkara pidana, putusan pengadilan yang dapat diajukan PK oleh terpidana atau ahli warisnya adalah putusan yang sudah inkracht, kecuali vonis bebas atau lepada dari segala tuntutan hukum.
Aturan ini harus dimaknai secara eksplisit tersurat dan tidak boleh dimaklain lain, seperti pengajuan PK yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
BACA JUGA:
Permohonan peninjauan kembali bisa dilakukan terpidana atas dasar:
- Terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan;
- Terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu, ternyata bertentangan satu dengan yang lain;
- Putusan dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.
Demikian informasi tentang kapan putusan dianggap inkracht van gewijsde atau berkekuatan hukum tetap. Dapatkan update berita terkini hanya di VOI.ID.