MATARAM - Penyidik Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat akan menggandeng Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk menghitung kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi pengadaan empat unit kapal kayu di Kabupaten Bima dengan nilai anggaran Rp3,9 miliar.
"Untuk menghitung kerugian negara di kasus ini, penyidik berencana menggandeng tim ahli dari BPKP," kata Pelaksana Harian Kepala Bidang Humas Polda NTB Komisaris Besar Polisi Lalu Muhammad Iwan Mahardan dikutip ANTARA Kamis, 9 Februari.
Sebelum menggandeng BPKP, jelas dia, penyidik akan melaksanakan koordinasi untuk melihat kebutuhan ahli dalam menghitung kerugian negara.
Materi untuk penghitungan kerugian negara telah disiapkan oleh penyidik. Materi tersebut berkaitan dengan bukti hasil pemeriksaan saksi maupun penyitaan dokumen pengadaan.
Dalam proses penyidikan, Iwan mengatakan bahwa penyidik telah memeriksa secara estafet 30 orang saksi. Mereka berasal dari pejabat Dinas Perhubungan Kabupaten Bima, instansi pemerintah yang melaksanakan pengadaan proyek pada tahun 2021 tersebut, konsultan pengawas, dan pelaksana proyek.
Iwan menambahkan bahwa penyidik masih harus mendalami keterangan dari sejumlah saksi, salah satunya kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Bima yang memiliki tanggung jawab besar dalam pengadaan tersebut.
Kepolisian menangani kasus dugaan korupsi ini terhitung sejak 24 Mei 2022 berdasarkan Surat Tugas Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda NTB Nomor: Sp-Gas/12/V/2022/Dit Reskrimsus.
Iwan mengatakan Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda NTB Kombes Polisi Nasrun Pasaribu telah menaruh atensi dalam penyelesaian kasus ini dengan menggelar perkara pada awal Januari 2023. Gelar tersebut bertujuan untuk menelusuri peran tersangka.
Proyek Dinas Perhubungan Kabupaten Bima ini dikerjakan oleh CV Sarana Fiberindo Mandiri dengan surat perjanjian kontrak kerja Nomor: 990.550/100/DISHUB/VIII/2021 tertanggal 05 Agustus 2021. Periode pelaksanaan proyek berjalan selama 132 hari kalender kerja terhitung sampai 15 Desember 2021.
BACA JUGA:
Meskipun pekerjaan telah dinyatakan rampung, namun pengadaan kapal yang bersumber dari dana alokasi khusus (DAK) ini masuk dalam temuan Badan Pemeriksa Keuangan Perwakilan NTB.
Dalam temuan, BPK mencatat ada sejumlah permasalahan yang berpotensi menimbulkan kerugian negara. Nominal kerugian yang muncul diduga mencapai ratusan juta.