Bagikan:

NTB - Polda Nusa Tenggara Barat (NTB) terus mengusut kasus dugaan korupsi pengadaan empat unit kapal kayu Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Bima dengan total anggaran Rp3,9 miliar. Sebanyak 30 saksi sudah diperiksa penyidik kepolisian.

Pelaksana Harian Kepala Bidang Humas Polda NTB Komisaris Besar Polisi Lalu Muhammad Iwan Mahardan mengatakan, 30 orang saksi tersebut telah menjalani pemeriksaan secara estafet di hadapan penyidik.

"Iya, sudah ada 30 saksi yang diperiksa," kata Iwan di Mataram, NTB, Rabu 8 Februari, disitat Antara.

Dalam daftar pemeriksaan, lanjut dia, sebagian besar saksi berasal dari kalangan pejabat Dishub Bima, instansi pemerintah daerah yang melaksanakan pengadaan proyek tersebut pada 2021.

"Konsultan pengawas, pelaksana proyek juga masuk dalam rangkaian pemeriksaan 30 saksi itu," ujarnya.

Untuk tahap selanjutnya, Iwan menambahkan bahwa penyidik masih harus mendalami keterangan dari sejumlah saksi, salah satunya kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Bima yang memiliki tanggung jawab besar dalam proyek pengadaan kapal tersebut.

"Tetapi, kapan akan diperiksa, belum ada informasi dari penyidik. Kemungkinan mulai pekan depan," ucap dia.

Kepolisian menangani kasus dugaan korupsi ini terhitung sejak 24 Mei 2022 berdasarkan Surat Tugas Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda NTB Nomor: Sp-Gas/12/V/2022/Ditreskrimsus.

Iwan mengatakan bahwa Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda NTB Kombes Polisi Nasrun Pasaribu telah memberikan atensi dalam penyelesaian kasus ini dengan menggelar perkara pada awal Januari 2023 untuk menelusuri peran tersangka.

Proyek Dinas Perhubungan Kabupaten Bima ini dikerjakan oleh CV Sarana Fiberindo Mandiri dengan surat perjanjian kontrak kerja Nomor: 990.550/100/DISHUB/VIII/2021 tertanggal 05 Agustus 2021. Periode pelaksanaan proyek berjalan selama 132 hari kalender kerja terhitung sampai 15 Desember 2021.

Meskipun pekerjaan telah dinyatakan rampung, namun pengadaan kapal yang bersumber dari dana alokasi khusus ini masuk salah satu temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan NTB.

Dalam temuan, BPK NTB mencatat ada sejumlah permasalahan yang berpotensi menimbulkan kerugian negara dengan nominal diperkirakan mencapai ratusan juta rupiah.