Bagikan:

NTB - Kejaksaan Negeri (Kejari) Bima memeriksa dua dari empat tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan kapal kayu pada Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Bima pada hari ini, Jumat 2 Agustus.

Mereka yang diperiksa Direktur CV Baru Muncul berinisial AS mendapat pekerjaan dari pemenang lelang dari pemilik CV Berkah Bersaudara inisial AR yang kini berstatus tersangka.

Kemudian, tersangka kedua konsultan perencana dari pekerjaan proyek pengadaan barang dengan menggunakan anggaran pemerintah yang bersumber dari dana alokasi khusus (DAK) tahun 2019 inisial SA.

"Iya, ada dua tersangka yang diperiksa hari ini. Tersangka jalani pemeriksaan didampingi kuasa hukum," kata Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Bima, Catur Hidayat di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Jumat 2 Agustus, disitat Antara.

Perihal materi pemeriksaan, Catur memilih untuk tidak mengungkapkan ke publik. Dia hanya menyampaikan bahwa pemeriksaan ini masih bersifat permintaan keterangan tambahan.

"Hanya pemeriksaan tambahan saja," ujarnya.

Untuk dua tersangka lain berinisial AR, dan pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek berinisial MS, Catur mengatakan penyidik belum mengagendakan kembali untuk pemeriksaan tambahan.

Empat tersangka dalam kasus ini dikenakan sangkaan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Terhadap empat tersangka, penyidik jaksa telah menitipkan penahanan di Rutan Kelas IIB Raba Bima.

Dishub Kabupaten Bima melelang proyek ini dengan merealisasikan DAK tahun 2019 senilai Rp989 juta.

Anggaran dialokasikan untuk pengadaan dua unit kapal kayu bermuatan penumpang dengan pemenang lelang CV Berkah Bersaudara.

Proyek ini diketahui sudah berstatus Final Hand Over (FHO) atau serah terima akhir pekerjaan dari pemenang lelang kepada satuan kerja pada Dishub Kabupaten Bima. Status FHO itu tidak lepas dari hasil penilaian tim panitia pemeriksa hasil pekerjaan (PPHP).

Meskipun sudah lolos dari penilaian tim PPHP, namun berdasarkan hasil audit Inspektorat NTB muncul angka kerugian keuangan negara sebesar Rp928 juta.

Hasil audit menyatakan kerugian dalam kasus ini total loss mengingat ahli di bidang perkapalan menyebut kapal kayu tersebut tidak dapat beroperasi karena tidak laik layar.