Mencari Pemilik <i>Seaglider</i> Temuan Nelayan di Perairan Selayar
KASAL Laksamana Yudo Margono memaparkan temuan seaglider (Foto: TNI AL)

Bagikan:

JAKARTA - Seorang nelayan bernama Saeruddin di Perairan Selayar, Sulawesi Selatan menemukan seaglider, pada 26 Desember 2019. Benda itu pun diserahkan kepada pihak TNI AL beberapa hari kemudian.

Setelah melakukan pengusutan terkait temuan itu, Senin, 4 Januari, Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Yudo Margono menjelaskan, benda asing yang awalnya disebut sebagai drone laut ini sebenarnya adalah seaglider yang merupakan peralatan di bidang industri maupun militer tergantung pemakainya.

Dia menjelaskan, seaglider bekerja di bawah permukaan laut dengan cara menyelam mencari data, pemetaan jalan hingga berbagai informasi yang berkaitan dengan oseanografi yang dibutuhkan oleh pengguna alat tersebut.

Kemudian, seaglider akan naik beberapa saat ke permukaan laut tujuannya untuk mencari sinyal dan mengirimkan data yang yang telah dikumpulkannya.

"Ini bisa diakses melalui website oleh semua yang bisa mengakses data," kata Yudo dalam konferensi pers tersebut. Hanya saja dia tak memaparkan lebih rinci terkait situs untuk mengakses informasi yang dikumpulkan seaglider tersebut.

Pada bidang industri, alat ini bisa digunakan untuk berbagai keperluan seperti mencari ikan untuk industri perikanan dan pengeboran untuk industri pertambangan. Sementara, ketika digunakan di bidang militer, Yudo bilang, alat ini bisa digunakan sebagai pembuka jalan kapal selam di wilayah laut dalam. 

"Kalau dipakai pertahanan, mungkin bisa digunakan data kedalaman ataupun layer lautan tadi supaya kapal selam tidak dideteksi," ungkapnya.

Dia menjelaskan, ketika alat ini digunakan untuk mencari jalan kapal selam, maka rute yang dicari adalah yang kedalaman lautnya cukup pekat sehingga menghindarkan pergerakan kapal selam dari deteksi sonar.

"Kalau pekat, biasanya kapal selam tersebut tidak terdeteksi oleh sonarnya kapal laut di atas air," ungkapnya.

Meski telah menjelaskan alat itu adalah seaglider dan cara kerjanya, namun, hingga saat ini belum diketahui negara asal pemilik alat yang ditemukan di perairan Selayar ini.

Dia menegaskan, telah memberikan waktu selama satu bulan kepada anak buahnya untuk mengusut negara pemilik alat ini karena Indonesia sampai saat ini belum memiliki seaglider.

"Saya beri waktu satu bulan Pak Kapushidros (Kepala Pusat Hidografi dan Oseanografi TNI AL) untuk bisa menentukan atau membuka hasilnya biar ada kepastian," tegasnya.

Batas waktu ini diberikan karena pengusutan lebih lanjut diperlukan, karena benda ini tidak memiliki keterangan asal negara pembuatan maupun negara yang mengoperasikannya.

"Jadi tidak ada tulisan apapun di sini, kita tidak rekayasa bahwa yang kita temukan seperti itu, masih persis seperti yang ditemukan nelayan dan kita bawa ke sini (markas Pushidros TNI AL, red)," ungkapnya.

Jangan berpolemik soal temuan seaglider

Setelah KSAL Laksamana TNI Yudo Margono mengumumkan temuan awal mereka, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto melalui juru bicaranya, Dahnil Anzar Simanjuntak meminta masyarakat tak berpolemik terlalu jauh soal temuan seaglider di perairan Selayar ini karena semua elemen terkait bakal menanganinya.

"Kementerian Pertahanan mengajak publik tidak berpolemik yang kontraproduktif, Kementerian dan Mabes TNI khususnya Angkatan Laut pasti akan menangani permasalahan tersebut," kata Dahnil dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan.

Dia melanjutkan, seaglider banyak digunakan untuk keperluan survei bawah laut atau oseanografi dan kini, TNI AL sedang menyelidiki temuan ini.

Sehingga, Dahnil mengatakan, masyarakat tak berpolemik. Lanjutnya, lebih baik masyarakat mendukung kerja TNI dalam pengungkapan seaglider ini.

"Menteri Pertahanan Prabowo Subianto berharap masyarakat terus mendukung TNI bekerja keras untuk pertahanan Indonesia dan mari bersama memperkuat pertahanan rakyat semesta untuk memastikan NKRI yang lebih kuat," ungkapnya.

Desakan untuk mengetahui pemilik seaglider

Anggota Komisi I DPR RI Fraksi PKB Abdul Kadir Karding mendesak agar semua pihak bisa mencari tahu pemilik seaglider dan tujuan penggunaannya.

"Pertama adalah kita harus mengetahui secara persis siapa yang punya atau memiliki seaglider ini, tujuannya apa. Kalau dia dilakukan oleh seseorang maka harus diketahui secara detail. Kalau dia dilakukan oleh pengusaha atau korporasi itu juga harus kita tahu detail dan tujuannya," kata Karding kepada wartawan.

Selain itu, dirinya mendesak pemerintah bersikap tegas, apalagi ketika diketahui seaglider ini punya negara asing yang telah masuk ke wilayah teritorial Indonesia tanpa sepengetahuan otoritas.

"Kalau dilakukan oleh negara lain atau kelompok dari negara lain, maka kita harus melakukan, memiliki sikap yang tegas sebagai bagian daripada tindakan memasuki negara kita tanpa sepengetahuan ataupun seizin kita," tegasnya.

Anggota Komisi I DPR RI lainnya, Sukamta juga mendesak pemerintah untuk secara serius mengusut pemilik seaglider tersebut.

"Pemerintah harus serius mengungkap asal usul drone tersebut," katanya saat dihubungi wartawan beberapa waktu lalu.

Sementara, pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi mengatakan, meski banyak yang seaglider itu mirip dengan yang dimiliki oleh China, tapi Indonesia punya kewajiban untuk mendalaminya lebih lanjut sehingga tak menimbulkan kesalahpahaman di antara dua negara.

"Jika negara atau pihak penggunanya sudah diketahui, langkah yang harus ditempuh pemerintah pastinya adalah menggunakan saluran diplomatik untuk menyampaikan protes dan peringatan keras," ungkap Khairul kepada wartawan.

Katanya, protes dan peringatan keras ini dirasa perlu, karena siapapun pemilik dan pengguna alat ini diduga memiliki niat ataupun tujuan buruk yang bisa saja berpotensi menjadi ancaman nyata bagi kedaulatan Indonesia. 

Setelah diketahui siapa pemilik seaglider ini, DPR dan pemerintah harus duduk bersama. Mereka harus membahas agar kejadian semacam ini tidak terjadi lagi dengan membuat regulasi dan lainnya.

"Pemerintah dan DPR juga harus segera mendiskusikan langkah yang mesti diambil untuk meningkatkan kemampuan menutup celah rawan ini dari aspek regulasi hingga kebutuhan perangkat deteksi dan penangkalannya," pungkasnya.