KSAL Beri Waktu Sebulan Pushidrosal Teliti Drone Bawah Air di Perairan Indonesia
Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana TNI Yudo Margono (ANTARA)

Bagikan:

JAKARTA - Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana TNI Yudo Margono memberi waktu satu bulan untuk Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI Angkatan Laut (Pushidrosal) meneliti drone laut atau belakangan diketahui sebagai seaglider yang ditemukan di perairan Selayar, Sulsel.

Menurutnya Pushidrosal bisa melakukan kerja sama dengan kementerian dan lembaga terkait, seperti Kementerian BRIN hingga Kementerian Pertahanan untuk mengetahui asal seaglider tersebut hingga peruntukkan alat tersebut.

"Saya beri waktu satu bulan Pak Kapushidros untuk bisa menentukan atau membuka hasilnya biar ada kepastian," kata Yudo dalam konferensi pers yang digelar di Gedung Pushidrosal, Ancol, Jakarta Utara, Senin, 4 Januari.

Dirinya mengaku belum bisa memastikan dari mana seaglider tersebut berasal. Apalagi, kata dia, dalam tubuh alat tersebut tak terdeteksi tulisan apapun yang bisa menentukan negara pembuat atau negara asal peralatan bawah laut itu. 

"Jadi tidak ada tulisan apa pun di sini. Kita tidak reyakasa bahwa yang kita temukan seperti itu, masih persis seperti yang ditemukan nelayan tersebut kita bawa ke sini," tegasnya.

Meski belum mengetahui dari mana asal seaglider atau drone laut ini, namun pihaknya telah melaporkan temuan ini pada pihak Kementerian Luar Negeri untuk mengkomunikasikan temuan seaglider ke negara-negara yang memang diketahui mengoperasikan dan menggunakan alat tersebut. Hanya saja, sampai saat ini hasilnya masih nihil.

"Sampai saat ini juga tidak ada negara yang mengklaim ini punya siapa. Sehingga nanti akan kita laporkan melalui Kementerian Luar Negeri untuk penemuan ini," ungkapnya.

Yudo juga mengatakan pihak Indonesia memang belum melakukan komunikasi dengan negara-negara pembuat atau pengoperasi alat tersebut. Karena dia menilai, banyaknya publikasi dari media harusnya menyadarkan negara yang merasa memiliki alat yang ditemukan tengah mengapung di wilayah teritori Indonesia. "Saya yakin negara lain sudah tau itu punya siapa dan sebagainya, pasti sudah nyampe ke negara yang memiliki peralatan seperti ini," ujarnya. 

"Tentunya nanti kita tunggu, apakah ada melalui Kemlu yang mengklaim ini," imbuhnya.

Sementara terkait seaglider ini, Yudo memaparkan alat ini adalah salah satu peralatan di bidang kelautan yang memang bisa digunakan di industri pertahanan dan militer yang salah satu kegunaannya sebagai pembuka jalan kapal selam di wilayah laut dalam. "Kalau dipakai pertahanan, mungkin bisa digunakan data kedalaman ataupun layer lautan tadi, supaya kapal selam tidak dideteksi," ungkapnya.

Seaglider, sambung dia, memang bekerja sepenuhnya di bawah permukaan laut. Alat ini akan menyelam untuk mencari data, pemetaan jalan hingga berbagai informasi berkaitan dengan oseanografi yang dibutuhkan oleh pengguna atau operator alat tersebut.

Setelah data terkumpul, seaglider akan mengirim dengan cara naik benerapa saat ke permukaan untuk memancarkan sinyal yahg bisa ditangkap satelit pendeteksi. Meski begitu menurut Yudo, data yang didapat alat ini juga tak begitu rahasia, lantaran semua data bisa diakses di situs web yang disediakan berkaitan dengan alat ini. 

Namun Yudo tak merinci dengan jelas laman situs web yang bisa diakses untuk mengetahui hasil tangkapan data dari alat-alat yang disebut banyak menyelam di perairan lepas. 

Yudo juga merinci jika alat ini memang digunakan untuk mencari jalan kapal selam. Kata dia, alat ini akan menyelam ke wilayah perairan pekat karena kondisi laut yang pekat dapat menghindarkan pergerakan kapal selam dari deteksi sonar. 

Oleh karena itu, secara logika dan hitung-hitunganan kapal selam dapat melenggang bebas tanpa takut terdeteksi siapa pun.

"Dicari kedalaman dan layernya yang pekat atau tidak. Kalau pekat, biasanya kapal selam tersebut tidak dideteksi oleh sonarnya kapal laut atas air. Mereka bisa bertahan melalui rute-rute yang dia lihat di data tersebut (bahwa) kedalaman air lautnya sangat pekat," pungkasnya.