Bagikan:

MATARAM - Pegawai Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat (Kejati NTB) berinisial EP tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) belum ditahan.

"Iya, yang bersangkutan belum ditahan," kata Juru Bicara Kejati NTB Efrien Saputer dilansir ANTARA, Selasa, 31 Januari.

Terkait alasan belum dilakukan penahanan, Efrien mengaku belum mendapat informasi dari penyidik pidana khusus.

Berkaitan dengan status tersangka EP sebagai pegawai kejaksaan, Efrien menyampaikan akan ada proses sanksi kode perilaku jaksa. Namun, Efrien mengaku hal tersebut belum terlaksana.

"Sidang kode perilaku jaksa itu belum," ujarnya.

Menurut dia, sidang kode perilaku jaksa bisa saja dilakukan sebelum adanya putusan berkekuatan hukum tetap dari pengadilan.

"Biasanya ada sidang kode perilaku jaksa dahulu," ujar dia pula.

Dalam pelaksanaan sidang kode perilaku jaksa, nantinya akan ada pembentukan Majelis Kehormatan Jaksa (MKJ). Akan tetapi, sejauh ini dirinya belum mengetahui siapa saja yang akan ditunjuk sebagai MKJ.

Efrien menegaskan pihaknya tetap mengedepankan sikap profesional dan kredibilitas serta keterbukaan informasi dalam menangani perkara. Termasuk, perkara yang telah mengungkap seorang pegawai kejaksaan sebagai tersangka.

Status pegawai Kejati NTB tersebut sebagai tersangka terungkap dalam surat pemberitahuan penyidikan perkara tipikor dari Kepala Kejati NTB Sungarpin kepada Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Nomor: B-183/N.2/Fd.1/01/2023, tertanggal 18 Januari 2023.

Dalam keterangan surat tersebut, kasus yang menetapkan EP sebagai tersangka itu sudah masuk di tahap penyidikan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejati NTB Nomor: Print-03/N.2/Fd.1/03/2022, tanggal 28 Maret 2022.

Penyidikan kasus korupsi dengan menetapkan EP sebagai tersangka ini pun sebelumnya pernah terungkap dari adanya laporan masyarakat yang menjadi korban penipuan.

Dalam laporan tersebut, EP diduga menjanjikan korban lulus dalam tes Calon Aparatur Sipil Negara (CASN) di Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Perwakilan NTB. EP menjanjikan hal tersebut apabila korban menyerahkan uang Rp100 juta.

Korban yang merasa yakin dengan janji tersangka, menyerahkan uang dalam dua tahap. Pertama, Rp40 juta dan terakhir Rp60 juta. Penyerahan uang dari korban kepada tersangka pun ditandai dengan adanya bukti kuitansi bermeterai Rp6.000.

Bukti lain dalam laporan korban juga turut dilampirkan berupa foto dokumentasi saat penyerahan uang di salah satu rumah dinas yang ada di lingkungan Kejati NTB.

Korban pun membawa kasus ini ke proses hukum, karena EP tidak kunjung menepati janji hingga dinyatakan bahwa korban tidak lulus dalam tes CASN.