KENDARI - Pengadilan Agama Kota Baubau, Sulawesi Tenggara (Sultra) mencatat sebanyak 474 pasangan suami istri mengajukan perceraian selama 2022.
Panitera Pengadilan Agama Baubau, Idris MH, menyebutkan kasus perceraian tersebut rata-rata diajukan oleh pihak perempuan atau istri dengan dipicu beberapa hal diantaranya sang suami merantau, persoalan ekonomi dan faktor kecemburuan.
"Disini kan (kepulauan) yang banyak suami merantau dan mungkin tidak pulang-pulang, jadi istri yang ditinggalkan tidak bisa lagi bertahan, dan disamping merantau juga tidak ada kiriman. Selebihnya itu mungkin ada faktor-faktor seperti wanita lain, pria lain, dan masalah ekonomi," ujar Idris, dikutip ANTARA, Selasa 31 Januari.
Dari 474 pasangan itu, kata dia, terdapat kurang lebih 300 perceraian diajukan dari pihak istri dengan juga karena menikah di usia dini atau di bawah umur sehingga tingkat kematangan untuk mengarungi rumah tangga belum begitu siap sehingga menimbulkan gejolak dalam rumah tangganya.
"Jadi banyak juga umur muda yang terpaksa perceraian karena tingkat kematangan untuk masuk dalam rumah tangga belum begitu matang, tapi mungkin karena sesuatu dan lain hal sehingga harus dikawinkan," katanya.
Selain 474 pasangan yang telah selesai diputus bercerai, kata Idris, juga terdapat yang berhasil dimediasi sehingga tidak jadi berpisah, hal itu karena memang adalah amanah ketika pada sidang pertama sepasang suami isteri hadir wajib dimediasi.
Lebih lanjut, kata dia, angka perceraian sepanjang tahun 2022 diperkirakan meningkat sekitar 5 persen dari tahun sebelumnya, tetapi tidak mempengaruhi jumlah yang ada, dimana saat itu wilayah kerja Pengadilan Agama Baubau meliputi Kabupaten Bombana dan Wakatobi.
"Sekarang kita mewilayahi Kota Baubau saja, tetapi istilahnya tidak mempengaruhi jumlah yang ada," imbuhnya.
BACA JUGA:
Dalam upaya menekan angka perceraian terutama juga pernikahan usia dini, kata Idris, pihaknya bersama Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak daerah itu telah melakukan penandatangan perjanjian kerja saja (MoU) untuk memberikan konseling ketika ada yang menikah di bawah umur.
"Untuk mengantisipasi terjadi perceraian kepada masyarakat juga kan ada beberapa instansi yang terkait untuk bersama-sama, artinya di situ kita terpadu untuk memberikan penyuluhan-penyuluhan terutama yang cikal bakal korban (perceraian atau nikah di bawah umur), karena ini yang biasa nikah-nikah muda ini anak-anak SMA misalnya, sehingga ke depan perlu kita program turun ke sekolah untuk sosialisasi," katanya.