JAKARTA - Kapolri Jenderal Idham Azis menerbitkan maklumat bernomor Mak/1/I/2021 tentang Kepatuhan terhadap Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut, serta Penghentian Kegiatan Front Pembela Islam (FPI) pada Jumat, 1 Januari.
Maklumat ini diterbitkan merujuk pada Surat Keputusan Bersama Nomor 220-4780 Tahun 2020, Nomor M.HH.14.HH.05.05 Tahun 2020, Nomor 690 Tahun 2020, Nomor 264 Tahun 2020, Nomor KB/3/XII/2020, dan Nomor 320 Tahun 2020 tentang Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut, serta Penghentian Kegiatan FPI.
Lewat maklumat ini, Kapolri menegaskan masyarakat untuk tak memfasilitasi kegiatan FPI maupun menggunakan simbol dan atribut organisasi masyarakat tersebut.
"Masyarakat tidak terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam mendukung dan mamfasilitasi kegiatan serta menggunakan simbol dan atribut FPI," demikian dikutip dari poin maklum Kapolri tersebut.
Selain itu, masyarakat yang menemukan adanya kegiatan maupun penggunaan simbol dan atribut FPI diminta untuk melaporkan kepada pihak kepolisian serta tidak melakukan tindakan yang melanggar hukum.
BACA JUGA:
Lebih lanjut, maklumat ini juga menyebut dalam upaya penertiban spanduk atau banner, atribut, hingga pamflet, Kapolri mengedepankan langkah perangkat Satpol PP yang didukung oleh TNI-Polri.
Kemudian, Kapolri menegaskan agar masyarakat tidak mengakses, mengunggah, maupun menyebarluaskan konten terkait FPI baik melalui situs web maupun media sosial.
"Bahwa apabila ditemukan perbuatan yang bertentangan dengan maklumat ini maka setiap anggota Polri wajib melakukan tindakan yang diperlukan sesuai dengan ketentuan pertauran, perundang-undangan, atau diskresi kepolisian," tulis maklumat tersebut.
Diberitakan sebelumnya, pemerintah melarang segala aktivitas atau kegiatan FPI. Larangan ini tertuang dalam surat keputusan bersama yang diteken 6 pejabat.
“Jadi dengan larangan ini (FPI) tidak punya legal standing, kepada aparat pemerintah pusat dan pemerintah daerah kalau ada organisasi mengantasnamakan FPI itu dianggap harus tidak ada dan harus ditolak karena legal standing tidak ada terhitung hari ini,” kata Menko Polhukam Mahfud MD pada Rabu, 30 Desember lalu.
Surat keputusan bersama ini diteken oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate, Jaksa Agung ST Burhanuddin, Kapolri Jenderal Idham Azis, Kepala Badan Penanggulangan Terorisme (BNPT) Boy Rafli Amar.