JAKARTA - Pemprov DKI Jakarta berencana melakukan penelusuran identitas atau profiling data warga berisiko stunting di Ibu Kota.
Hal ini diungkapkan dalam rapat pimpinan yang digelar Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono.
Profiling warga berisiko stunting ini menindaklanjuti instruksi Presiden Joko Widodo yang menargetkan angka stunting di Indonesia turun menjadi 14 persen pada tahun 2024. Pada tahun 2022, stunting berada pada angka 21,6 persen.
Heru menjelaskan, profiling risiko stunting dimulai dengan sinkronisasi data yang ada di Carik Jakarta yang sudah terkoneksi dengan data Sistem Informasi Keluarga (SIGA) milik Badan Kependudukan dan keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
“Dalam waktu dekat ini, akan ditetapkan sampel-sampel untuk memastikan data-data yang ada di Carik Jakarta yang sudah terkoneksi di BKKBN itu, sasarannya tepat. Kalau sampel itu sudah tepat, nanti akan di-profiling untuk penanganan stunting, juga kemiskinan ekstrem,” kata Heru di Balai Kota DKI Jakarta, Senin, 30 Januari.
Sekretaris Utama BKKBN Tavip Agus menambahkan, profiling risiko stunting diperlukan dalam upaya melakukan pencegahan stunting. Pencegahan stunting dilakukan pada sejumlah fase, yakni saat sebelum menikah, saat hamil, dan 1.000 hari pertama kehidupan seorang anak.
“Profiling ini untuk menemukan orang-orang yang punya risiko stunting. Kenapa ini peting? Karena, lebih efektif mencegah orang yang berisiko stunting daripada yang sudah terlanjur terkena stunting. Secara medis juga lebih efektif mencegah,” kata Tavip.
BACA JUGA:
Setelah profiling dilakukan, Pemprov DKI akan berfokus dalam melakukan intervensi penanganan stunting terhadap sasaran data yang telah ditetapkan.
“Arahan terkait penanganan stunting tentu adalah penetapan data sasaran yang tepat. Sehingga kita dapat melakukan profiling yang tepat terhadap data stunting itu sendiri. Kemudian dari profiling itu, baru kita bisa lakukan intervensi secara lebih tepat terhadap sasaran tersebut,” urai Atika.