'Setitik Harapan dalam Ruang Sesak Pengadilan’ Jadi Judul Nota Pembelaan Ferdy Sambo
Sidang pembacaan pleidoi Ferdy Sambo/FOTO: Rizky Adytia-VOI

Bagikan:

JAKARTA - Terdakwa Ferdy Sambo seolah pesimistis di awal penyusunan nota pembelaan atau pleidoi yang dibuatnya. Sebab, ia sempat memberi judul ‘Pembelaan yang Sia-sia’ hingga akhirnya mengubahnya menjadi 'Setitik Harapan dalam Ruang Sesak Pengadilan’.

"Nota pembelaan ini awalnya hendak saya beri judul 'Pembelaan yang Sia-Sia'," ujar Ferdy Sambo dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, 24 Januari.

Alasannya karena Ferdy Sambo dan keluarganya selalu dihina, dicaci-maki, dan diolok-olok selama proses hukum pembunuhan berencana Yosua alias Brigadir J bergulir.

Hujatan itu pun membuatnya frustasi dan putus asa. Sebab, banyak pihak yang telah menyimpulkannya bersalah. Padahal, majelis hakim belum memutuskannya.

“Rasanya tidak ada ruang sedikitpun untuk menyampaikan pembelaan, bahkan sepotong katapun tidak pantas untuk didengar apa lagi dipertimbangkan dari seorang terdakwa seperti saya,” sebutnya.

Bahkan, Ferdy Sambo menyebut selama 28 tahun bekerja sebagai anggota Polri yang menangani berbagai kasus kejahatan, termasuk pembunuhan, belum pernah menyaksikan tekanan yang sangat besar seperti yang dialaminya saat ini.

Tekanan itupun seolah hampir membuatnya kehilangan hak sebagai terdakwa.

“Saya nyaris kehilangan hak sebagai seorang terdakwa untuk mendapatkan pemeriksaan yang objektif, dianggap telah bersalah sejak awal pemeriksaan dan haruslah dihukum berat tanpa perlu mempertimbangkan alasan apapun dari saya sebagai terdakwa,” kata Ferdy Sambo

Hingga akhirnya, Ferdy Sambo memilih menjudulkan pleidoinya dengan judul 'Setitik Harapan dalam Ruang Sesak Pengadilan’

Ferdy Sambo dituntut pidana penjara seumur hidup. Sebab, ia disebut sebagai otak kejahatan kasus pembunuhan berencana Yosua alias Brigadir J.

Selain itu, Ferdy Sambo disebut sempat menembak Brigadir J. Tembakan itu diarahkan ke bagian belakang kepala.

Eks Kadiv Propam itu juga disebut sengaja memerintahkan Richard Eliezer alias Bharada E untuk mengamankan senjata api (senpi) Brigadir J. Tujuannya, agar proses eksekusi berjalan mudah.

Adapun, proses eksekusi Brigadir J dilakukan di rumah dinas Ferdy Sambo yang berarda di Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada 8 Juli.

"Terdakwa Ferdy Sambo menyuruh saksi Richard Eliezer untuk mengambil senjata korban Nofriansyah Yosua Hutabarat dan senjata api HS tersebut diserahkan kepada terdakwa dengan tujuan korban Nofriansyah Yosua Hutabarat lebih mudah dieksekusi," ujar jaksa

Bahkan, jaksa menyimpulkan motif pembunuhan berencana karena adanya perselingkuhan antara Brigadir J dengan Putri Candrawathi yang terjadi di Magelang pada 7 Juli.

Kesimpulan motif itu disampaikan jaksa saat membacakan tuntutan terhadap terdakwa Kuat Ma'ruf.

“Fakta hukum, bahwa benar pada Kamis 7 Juli 2022 sekira sore hari di rumah Ferdy Sambo di Magelang, terjadi perselingkuhan antara korban Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J dengan Putri Candrawathi,” kata Jaksa.