Bagikan:

JAKARTA - Kubu terdakwa Ferdy Sambo menyindir tim jaksa penuntut umum (JPU) yang hanya membuat replik dengan 19 halaman. Padahal, nota pembelaan atau pledoi yang diajukan setebal 1.178 halaman.

Sindiran itu disampaikan penasihat hukum Ferdy Sambo, Arman Hanis saat menanggapi replik jaksa yang dibacakan pada persidangan sebelumnya.

"Kami juga menyampaikan terima kasih kepada penuntut umum yang sudah menyampaikan repliknya setebal 19 halaman untuk menanggapi nota pembelaan tim penasihat hukum terdakwa Ferdy Sambo setebal 1.178 halaman," ujar Arman dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Selasa, 31 Januri.

Lalu, Arman juga menilai isi replik dari jaksa tak substantif. Sebab, tidak menjawab hal-hal yuridis perkara yang sedang disidangkan.

"Sayangnya isi replik Penuntu Umum tersebut sama sekali tidak memuat hal-hal substantif bahkan tidak menjawab yuridis nota pembelaan dari tim penasihat hukum," kata Arman.

Pada persidangan sebelumnya, jaksa menilai nota pembelaan atau pleidoi kubu Ferdy Sambo hanya bertujuan untuk melimpahkan kesalahan kepada Richard Eleizer alias Bharada E. Khususnya, soal perintah hajar bukan tembak.

"Penasihat hukum terdakwa Ferdy Sambo benar-benar tidak profesional dan berusaha kaburkan fakta hukum yang sudah terbuka secara terang benderang di hadapan persidangan," ujar jaksa.

"Bahkan penasihat hukum berusaha melindungi terdakwa Ferdy Sambo dan seolah-olah limpahkan perbuatan pembunuhan berencana tersebut kepada saksi Richard Eliezer," sambungnya.

Karenanya, jaksa meminta majelis hakim untuk mengesampingkan alibi tersebut. Sebab, faktanya Ferdy Sambo sempat memerintahkan Ricky Rizal untuk menembak Brigadir J.

Selain itu, keterangan Bharada E soal perintah dari Ferdy Sambo menembak pun bisa dipercaya.

"Keterangan saksi Richard Eliezer yang mengatakan terdakwa Ferdy Sambo katakan dan suruh woi kau tembak, kah tembak cepat, cepat kau tembak adalah keterangan yang patut diyakini kebenarannya," beber jaksa.

Dalam kasus dugaan pembunuhan berencana Yosua alias Brigadir J, Ferdy Sambo disebut sebagai otak kejahatan. Ia juga dianggap turut serta menembak bagian belakang kepala eks ajudannya.

Kemudian, eks Kadiv Propam itu juga sengaja memerintahkan Richard Eliezer alias Bharada E untuk mengamankan senjata api (senpi) Brigadir J. Tujuannya, agar proses eksekusi berjalan mudah.

Proses eksekusi Brigadir J dilakukan di rumah dinas Ferdy Sambo yang berada di kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan pada 8 Juli 2022.

Tindakan Ferdy Sambo dianggap jaksa telah memenuhi unsur Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP. Ferdy Sambo pun dituntut pidana penjara seumur hidup.