Pengawal Duterte Sudah Divaksin COVID-19 meski Belum Disetujui Regulator Filipina
Ilustrasi (Pixabay/Elchinator)

Bagikan:

JAKARTA - Anggota tim keamanan Presiden Filipina Rodrigo Duterte sudah divaksin COVID-19 buatan China. Padalah vaksin itu belum disetujui regulator negara tersebut. Saat ini vaksin di Negara Lumbung Padi masih dalam proses pembicaraan dengan beberapa perusahaan farmasi termasuk AstraZeneca, Pfizer dan Sinopharm, untuk mengamankan 60 juta dosis untuk program vaksinasi yang dimulai pada kuartal kedua 2021.

Mengutip SCMP, Rabu 30 Desember, belum ada vaksin yang disetujui oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Filipina yang diwajibkan sebelum dapat diluncurkan di seluruh negara berpenduduk 110 juta orang itu. Tetapi Kelompok Keamanan Presiden (PSG), yang bertugas melindungi Duterte, mengatakan beberapa personelnya telah divaksinasi. 

"PSG memberikan vaksin COVID-19 kepada personelnya yang melakukan operasi keamanan dekat dengan presiden," kata kepala unit Brigadir Jenderal Jesus Durante dalam sebuah pernyataan, tanpa menyebutkan berapa banyak yang mendapatkan vaksin.

Ditanya apakah Duterte telah diberi vaksin, Durante mengatakan presiden masih menunggu "vaksin yang sempurna atau tepat." Juru bicara kepresidenan Harry Roque mengatakan vaksin Sinopharm telah diberikan kepada para anggota tim keamanan. Ia membenarkan komentar Duterte pada akhir pekan yang mengatakan "beberapa orang terpilih" telah diberi vaksin buatan China.

Duterte sebelumnya telah menyatakan keyakinannya pada vaksin yang dibuat oleh China dan Rusia, bahkan menawarkan dirinya sebagai kelinci percobaan untuk suntikan pertama 'Sputnik V' yang kontroversial. Roque tidak khawatir tentang keamanan vaksin Sinopharm, dengan mengatakan itu dimaksudkan untuk mengirim pesan harapan kepada orang Filipina.

“Kabar bahwa vaksin sudah ada di sini dan jika kami tidak dapat diberikan vaksin (dari negara) Barat, teman dan tetangga kami China bersedia memberi kami vaksin,” kata Roque. “Tidak dilarang menurut undang-undang untuk diinokulasi dengan (vaksin) yang tidak terdaftar. Yang ilegal adalah distribusi dan penjualan."

Diperingatkan

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Filipina telah memperingatkan penggunaan vaksin tidak resmi tersebut. Mereka mencatat tidak ada jaminan keamanan, kualitas dan kemanjuran dari obat yang belum menjalani evaluasi teknis oleh regulator.

Sejauh ini, Filipina telah menandatangani kesepakatan dengan AstraZeneca untuk 2,6 juta dosis vaksinnya dan berharap mendapatkan 30 juta lagi dari menggunakan pendanaan publik dan swasta.

Sebagai informasi, setidaknya kini China punya empat vaksin. Termasuk Sinopharm, dalam tahap akhir pengembangan dan sangat maju dengan pengujian manusia massal di sejumlah negara. 

Namun, sayangnya hanya sedikit informasi yang dipublikasikan tentang efektivitas vaksin asal Chin. Berbeda dengan vaksin-vaksin yang dikembangkan Moderna, AstraZeneca dan Johnson & Johnson.