LIPI: Belum Terbukti Ilmiah B117 Varian Baru COVID-19 Lebih Mematikan
ILUSTRASI/Pixabay

Bagikan:

JAKARTA - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengatakan belum ada data ilmiah yang membuktikan varian baru virus Corona penyebab COVID-19, B117, lebih mematikan dari varian lain.

"Sejauh ini belum ada bukti konkret yang menunjukkan bahwa varian B117 lebih mematikan daripada varian lainnya," kata Kepala Laboratorium Rekayasa Genetika Terapan dan Protein Desain LIPI Wien Kusharyoto dikutip Antara, Selasa, 29 Desember.

Wien menuturkan suatu studi di Inggris menunjukkanvarian virus tersebut 56 persen lebih mudah menular dan menyebar daripada varian lainnya.

"Para peneliti sedang memastikan dengan eksperimen di lab apakah varian tersebur benar-benar lebih mudah menginfeksi sel sehingga mengakibatkannya lebih mudah menular," ujarnya.

Menurut Wien, tanpa melakukan pengurutan genom virus menyeluruh (whole genome sequencing) yang lebih banyak, maka tidak tahu apakah varian tersebut sudah masuk Indonesia atau belum.

Apabila belum masuk, kata dia, maka salah satu cara mencegah masuknya varian tersebut, antara lain memperketat atau membatasi masuknya orang ke Indonesia, terutama dari negara-negara di mana varian itu sudah ditemukan.

"Kita juga perlu meningkatkan disiplin kita dalam menjalankan protokol kesehatan," tuturnya.

UGM Temukan 4 Mutasi COVID-19 di Jogja-Jateng

Soal varian baru COVID-19, peneliti dari Universitas Gadjah Mada (UGM) menemukan empat mutasi virus COVID-19 di Yogyakarta dan Jawa Tengah. Melalui Pokja Genetik FK-KMK UGM dan tim telah berhasil mengidentifikasi Whole Genome Sequencing (WGS) empat isolat dari Yogyakarta dan Jawa Tengah yang ditengarai mengandung mutasi D614G.

Mutasi D614G pada virus SARS-CoV-2 ini mempunyai daya infeksius 10 kali lebih tinggi telah tersebar hampir di seluruh pelosok dunia, yaitu 77.5 persen dari total 92.090 isolat mengandung mutasi D614G. Sedangkan di Indonesia sendiri sudah dilaporkan sebanyak 9 dari 24 isolat yang dipublikasikan mengandung mutasi D614G. 

“Sepertiganya terdeteksi di Yogyakarta dan Jawa Tengah," ungkap Ketua Pokja Genetik FK-KMK UGM, dr. Gunadi, Sp.BA., Ph.D dikutip dari laman UGM, Selasa, 29 Desember.

Menurut Gunadi, pihaknya mengambil ribuan sampel isolat dari DIY dan Jawa Tengah, namun demikian ditemukan ada 15 sampel yang diketahui kemungkinan bermutasi tetapi setelah diuji lebih lanjut hanya didapatkan empat isolat yang dianggap bermutasi. 

“Dari empat sampel itu, tiga sampel dari DIY dan satu sampel dari Jawa Tengah,” katanya.

Anggota peneliti lainnya dari tim Laboratorium Diagnostik FK-KMK, dr. Titik Nuryastuti menuturkan didapatkannya empat sampel isolat yang bermutasi ini setelah tim mengumpulkan seluruh sampel yang berasal dari 98 fasilitas kesehatan (faskes) di DIY dan 30 faskes di Jawa Tengah. Menurutnya, sampel dari faskes ini diambil dari berbagai Rumah Sakit, Puskesmas dan Dinas Kesehatan.  

“Sampel di DIY lebih dominan, tercatat 11.250 sampel dan 4.311 sampel dari Jawa Tengah. Secara keseluruhan ada 1.083 yang dinyatakan positif,” ujarnya.

IDI: Varian Baru COVID-19 Bisa Dideteksi Lewat Swab PCR

Ketua Satuan Tugas COVID-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban mengatakan varian baru COVID-19 yang awalnya ditemukan di Inggris terdeteksi melalui uji usap atau swab test berbasis polymerase chain reaction (PCR). Karena itu IDI meminta masyarakat tidak perlu khawatir soal diagnosis varian baru COVID-19.

"Sekarang ini virusnya ganti baju namun PCR tetap bisa mendeteksi kepala sama kakinya. Artinya PCR tetap bisa mendeteksi varian baru ini, jadi tidak perlu terlalu khawatir untuk diagnosis," kata Zubairi dalam acara gelar wicara yang ditayangkan di akun YouTube BNPB, Selasa, 29 Desember.

Dia menyebut, mutasi virus corona bernama B117 ini memang lebih cepat menular. Bahkan, Zubairi mengatakan virus baru ini 71 persen lebih mudah menular dibandingkan dengan virus yang sebelumnya. Tapi, dia memastikan virus ini tidak lebih mematikan.

"Para ahli sekarang memang amat sangat yakin bahwa (virus baru, red) amat sangat mudah menular namun tidak lebih mematik. Sekali lagi, tidak lebih mematikan," tegasnya.

Selain itu, varian virus baru ini tetap bisa diatasi oleh vaksin COVID-19 yang saat ini tengah dikerjakan oleh para ahli. Zubairi mengatakan, para ahli juga begitu optimis terhadap hal ini meski pembuktiannya tetap harus dilakukan dengan penelitian yang melibatkan pasien COVID-19 dengan varian baru.

"Para ahli tetap optimis karena tahu bahwa kalau divaksinasi kita bakal mempunyai kekebalan di banyak tempat. Nah, kalau ada virus varian baru maka yang gagal di satu tempat. Artinya, kekebalan yang lain tetap berjalan," tegasnya.