Sekutu Kumpul di Jerman Bahas Strategi Konflik Ukraina, Mantan Presiden Sebut Kekalahan Rusia Bisa Picu Perang Nuklir
Ilustrasi rudal balistik Rusia. (Wikimedia Commons/Dmitry Terekhov)

Bagikan:

JAKARTA - Mantan Presiden Rusia Dmitry Medvedev, sekutu Vladimir Putin, memperingatkan aliansi militer Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) pada Hari Kamis, kekalahan Rusia di Ukraina dapat memicu perang nuklir.

Sejak Rusia menginvasi Ukraina, Medvedev telah berulang kali mengangkat ancaman kiamat nuklir, tetapi perkataannya tentang kemungkinan kekalahan Rusia, menunjukkan tingkat kekhawatiran Moskow atas peningkatan pengiriman senjata Barat ke Ukraina.

"Kekalahan kekuatan nuklir dalam perang konvensional dapat memicu perang nuklir," kata Medvedev, yang menjabat sebagai wakil ketua dewan keamanan dalam unggahan di Telegram, seperti melansir Reuters 19 Januari.

Medvedev yang menjabat sebagai Presiden Rusia dari 2008 hingga 2012 mengatakan, kekuatan nuklir tidak pernah kalah dalam konflik besar yang menjadi sandaran nasib mereka.

Lebih lanjut Medvedev memperingatkan, NATO dan para pemimpin pertahanan lainnya, yang akan bertemu di Pangkalan Udara AS Ramstein di Jerman pada Jumat, untuk membicarakan strategi dan dukungan bagi upaya Barat guna mengalahkan Rusia di Ukraina, harus memikirkan risiko kebijakan mereka.

dmitry medvedev
Dmitry Medvedev bersama Presiden Vladimir Putin. (Wikimedia Commons/Kremlin.ru)

Medvedev (57), yang pernah menampilkan dirinya sebagai seorang reformis yang siap bekerja dengan Amerika Serikat untuk meliberalisasi Rusia, telah mengubah dirinya sejak perang sebagai anggota lingkaran Putin yang paling hawkish di depan umum.

Dia mengatakan, risiko nuklir dari krisis Ukraina harus jelas bagi setiap politisi Barat yang telah "mempertahankan setidaknya beberapa jejak intelijen".

Ditanya apakah pernyataan Medvedev menandakan Rusia meningkatkan krisis ke tingkat yang baru, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan: "Tidak, itu sama sekali tidak berarti demikian."

Dia mengatakan, pernyataan Medvedev sepenuhnya sesuai dengan doktrin nuklir Rusia, yang memungkinkan serangan nuklir setelah "agresi terhadap Federasi Rusia dengan senjata konvensional, ketika keberadaan negara terancam".

Diketahui, Presiden Putin menyebut "operasi militer khusus" Rusia di Ukraina sebagai pertempuran eksistensial dengan Barat yang agresif dan arogan, mengatakan Rusia akan menggunakan semua cara yang tersedia untuk melindungi dirinya sendiri dan rakyatnya.

Rusia dan Amerika Serikat, sejauh ini merupakan kekuatan nuklir terbesar, memiliki sekitar 90 persen hulu ledak nuklir dunia.

Sementara NATO memiliki keunggulan militer konvensional atas Rusia. Dalam hal senjata nuklir, Rusia memiliki keunggulan nuklir atas aliansi di Eropa.

Rusia diketahui memiliki 5.977 hulu ledak nuklir. Sementara, Amerika Serikat memiliki 5.428, China 350, Prancis 290 dan Inggris 225, menurut Federasi Ilmuwan Amerika.