Bagikan:

JAKARTA - Siklus kekerasan yang berbahaya terus berlanjut antara Israel dan Palestina di tengah meningkatnya ketegangan politik dan negosiasi perdamaian yang macet, kata koordinator khusus PBB untuk Proses Perdamaian Timur Tengah Hari Rabu.

"Tren kekerasan yang mendominasi bulan-bulan terakhir tahun 2022 terus memakan banyak korban manusia," kata Tor Wennesland dalam pengarahan bulanannya kepada Dewan Keamanan PBB, melansir The National News 19 Januari.

"Kekerasan harus dihentikan," serunya.

Lebih jauh Wennesland merinci, antara awal Desember hingga pertengahan Januari, 14 warga Palestina tewas, termasuk lima anak, serta 117 lainnya luka-luka, termasuk 18 anak, oleh pasukan keamanan Israel selama demonstrasi, operasi pencarian dan penangkapan serta insiden lainnya.

Sementara di sisi, lanjutnya, lima warga sipil Israel dan empat anggota pasukan keamanan terluka oleh warga Palestina dalam serangan dan insiden lainnya.

Sementara itu, Perwakilan Tetap Palestina di PBB, Riyad Mansour, menyatakan bahwa perdamaian masih mungkin terjadi, meskipun banyak orang Palestina yang terbunuh.

"Saya tidak mengatakan ini dengan ringan, tetapi dengan berat hati, karena setiap hari warga Palestina terbunuh," kata Mansour.

"Tahun baru berumur dua minggu dan sudah 15 orang Palestina tewas, termasuk empat anak. Namun, saya katakan lagi: Perdamaian masih mungkin terjadi," tandasnya.

Sementara itu, Duta Besar Israel untuk PBB, Gilad Erdan, menuduh badan dunia itu memutarbalikkan laporan dan datanya, yang menurutnya "tidak mencerminkan kenyataan di lapangan".

Pada Hari Senin, lebih dari 100 negara meminta Israel untuk membatalkan langkah-langkah yang diambil terhadap Otoritas Palestina, mendorong untuk dilakukannya penyelidikan terhadap negara tersebut di PBB.

"Terlepas dari posisi masing-masing negara dalam resolusi tersebut, kami menolak langkah-langkah hukuman sebagai tanggapan atas permintaan pendapat penasihat oleh Mahkamah Internasional, dan lebih luas lagi sebagai tanggapan atas resolusi Majelis Umum, dan menyerukan pembalikan segera," pernyataan negara-negara tersebut dalam sebuah pernyataan.

Para penandatangan termasuk perwakilan negara-negara Arab, anggota Organisasi Kerjasama Islam dan 37 negara lainnya, seperti Jerman, Prancis, Jepang, Korea Selatan, Brasil, Meksiko dan Afrika Selatan.

Diketahui, akhir bulan lalu Majelis Umum yang beranggotakan 193 orang menyetujui sebuah resolusi, meminta Mahkamah Internasional — pengadilan tinggi PBB yang mengadili perselisihan antar negara — mempertimbangkan konflik tersebut, termasuk "pencaplokan" Israel dan "status hukum pendudukan.”

Menyusul pemungutan suara, pemerintah garis keras baru Israel memberlakukan serangkaian sanksi terhadap Otoritas Palestina dan menolak keuntungan bagi pejabat Palestina tertentu, di antara langkah-langkah lainnya.

Erdan menyebut, resolusi pada Hari Rabu "tidak berarti", sementara Mansour mengatakan tindakan itu berada dalam "hak demokrasi" negaranya.