Bagikan:

JAKARTA - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati memastikan keseriusan pemerintah menangani persoalan pernikahan dini pada anak-anak.

"Sangat serius, sangat serius, (bahaya) kalau itu tidak potong," kata Bintang di lingkungan Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu 18 Januari dilansir dari Antara.

Menurut Bintang, Kementerian PPPA akan melakukan rapat koordinasi (rakor) soal pernikahan dini pada anak.

"Nanti kami ada rakor itu. Sekarang ini ada isu-isu luar biasa terkait anak, penculikan, kemudian ratusan anak, ini kami bicarakan dengan stakeholder yang ada, akan menjadi penting itu adalah di hulunya, di pencegahannya," tambahnya.

Kehadiran kementerian dan lembaga pemerintah non-kementerian (K/L) terkait serta kepala daerah, menurut Bintang, penting untuk mengawal pencegahan masalah pernikahan dini pada anak.

"Kemudian, untuk memperketat juga, kami ada rakor dengan teman-teman NGO, termasuk Badilag (Badan Peradilan Agama) juga, membicarakan isu-isu terkait anak termasuk salah satunya pernikahan anak ini," jelasnya.

Namun, ia belum menjelaskan tindakan tegas apa dari Pemerintah untuk mencegah pernikahan dini pada anak tersebut.

"Kami rakorkan dulu, ada solusi, baru kami sampaikan dalam waktu dekat ini. Nanti saya kasih tahu," imbuhnya.

Sebelumnya, berdasarkan data Pengadilan Tinggi Agama Surabaya, angka permohonan dispensasi nikah di Provinsi Jawa Timur tahun 2022 mencapai 15.212 kasus.

Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Jawa Timur Maria Ernawati menyebutkan dari 15.212 permohonan dispensasi nikah itu, 80 persen di antaranya karena para pemohon telah hamil; sedangkan 20 persen sisanya terjadi banyak sebab, seperti perjodohan karena faktor ekonomi.

Secara khusus, permohonan dispensasi nikah ke Pengadilan Agama Ponorogo sebanyak 191 perkara, dengan rincian penyebab pacaran sebanyak 66 perkara, penyebab hamil ada 115 perkara, serta 10 perkara karena pihak perempuan sudah melahirkan. Dari 191 perkara itu, 176 di antaranya telah diputus oleh pihak pengadilan agama.

Angka dispensasi nikah tahun 2022 itu sebenarnya menurun jika dibandingkan tahun 2021, karena sepanjang 2021 permohonan dispensasi nikah ada 266 perkara dan diputuskan 258 perkara.

Sementara itu, di Pengadilan Agama Bandung, tercatat permohonan dispensasi menikah tahun 2022 mencapai 143 kasus. Jumlah tersebut juga lebih rendah dibanding tahun sebelumnya, yaitu mencapai 193 kasus di 2021 dan 219 kasus di 2020.

Sebagian besar alasan dispensasi nikah itu ialah hamil di luar nikah pada usia 17-18 tahun, meskipun ada juga di bawah usia 16 tahun dan rata-rata putus SD atau SMP.

Sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, khususnya pada Pasal 7 ayat (1), dijelaskan bahwa perkawinan hanya dapat diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 tahun.

Artinya, baik pria maupun wanita yang belum 19 tahun dan ingin menikah harus meminta dispensasi nikah ke pengadilan agama. Persyaratan dispensasi menikah di antaranya mengajukan bukti identitas orang tua, seperti KTP, Kartu Keluarga (KK), buku nikah, ijazah, dan surat penolakan dari Kantor Urusan Agama (KUA).