Bagikan:

JAKARTA - Banyak masalah ditimbulkan karena aturan pemerintah daerah (perda) dan undang-undang terkait kawasan hutan saling tumpang tindih. Kasus itu marak terjadi di kawasan Riau dan Kalimantan Tengah yang jadi lokasi kelompok usaha PT Duta Palma Group.

Hal ini disampaikan Mantan Staf Ahli Menteri ATR/BPN Iing Sodikin Arifin di sidang perkara dugaan korupsi perizinan lahan kelapa sawit PT Duta Palma Group di Indragiri Hulu dengan terdakwa Surya Darmadi pada Senin 16 Januari.

Dalam kesaksiannya, Iing mengatakan polisi kehutanan, pemda dan BPN harusnya meneliti lebih dulu jika mengendus ada permasalahan. Jika terbukti ada pelanggaran, bisa menjatuhkan sanksi administratif sesuai PP 24 Tahun 2021.

"Salah satu penyelesaian melalui polisi kehutanan dan penyidik kehutanan, dikasih waktu sampai 2023 untuk penyelesaian sanksi," kata Iing di persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, dikutip Selasa, 17 Januari.

Selain itu, pemilik tanah juga harus mencatatkan asetnya selama terikat perjanjian pengolahan lahan perkebunan maupun perhutanan. "Biar negara tahu berapa kekayaannya. Aset itu harus dikuasai dan dimanfaatkan," tegas Iing.

Menanggapi hal itu, pengacara Surya Darmadi, Juniver Girsang menyebut kliennya tak bermasalah terkait kepemilikan sertifikat. Sehingga, Surya harusnya dihukum administratif seperti pernyataan saksi ahli.

Lagipula, sertifikat yang diterbitkan oleh badan hukum tidak pernah dibatalkan. "Selama ini kejaksaan menyatakan HGUnya ini bermasalah. Dengan adanya ahli pertanahan terjawablah dengan tegas sertifikat yang sudah timbul tidak ada alasan dinyatakan tidak sah," tegas Juniver.

"Sepanjang itu tidak ada tindakan hukum, proses hukum," sambungnya.

Selain itu, paparan saksi juga meyatakan tak ada penetapan hutan di lokasi kelompok usaha milik Surya. Hal itu disebutkan oleh sejumlah saksi ang hadir di persidangan.

"Undang-undang pasal 15 UU Kehutanan menjelaskan untuk menetapkan kawasan hutan Itu harus melalui empat. Penataan, tata kelola, pendistribusiaan barulah ada penetapan kawasan hutan. Kalau tidak penetapan itu berarti daerah itu belum ada suatu ketentuan menyatakan kawasan hutan," jelas Juniver.

Sebelumnya, Surya Darmadi didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp4.798.706.951.640 dan 7.885.857,36 dolar AS. Perhitungan tersebut berdasarkan laporan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Nomor PE.03/SR/657/D5/01/2022 tanggal 25 Agustus 2022.

Surya turut didakwa merugikan perekonomian negara sebesar Rp73.920.690.300 berdasarkan laporan Lembaga Penelitian dan Pelatihan Ekonomika dan Bisnis Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada pada 24 Agustus 2022. Dengan demikian, total kerugian negara akibat perbuatan Surya Darmadi adalah Rp78,8 triliun.

Kemudian, pengusaha didakwa melakukan tindak pidana korupsi usaha perkebunan kelapa sawit tanpa izin di Riau periode 2004-2022, sehingga memperoleh keuntungan sebesar Rp7.593.068.204.327 dan 7.885.857,36 dolar AS (sekitar Rp117,617 miliar dengan kurs Rp14.915) sehingga totalnya sebesar Rp7,71 triliun.

Atas keuntungan Rp7,71 triliun yang diperolehnya, Surya diduga melakukan tindak pidana pencucian uang berupa pembelian tanah, properti, memberikan pinjaman kepada pihak yang terafiliasi, membiayai pembangunan pabrik, dan pembelian saham.