JAKARTA - Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD meminta agar sengketa tanah antara PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII dengan pihak Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab dapat diselesaikan dengan baik.
Mahfud bahkan menyebut, sebaiknya tanah yang sudah digunakan untuk Pondok Pesantren Agrokultural Markaz Syariah tersebut digunakan sebagai peruntukannya.
"Kalau saya berpikir begini itukan untuk keperluan pesantren ya teruskan saja untuk keperluan pesantren tapi nanti yang ngurus misalnya majelis ulama, NU Muhammadiyah gabung lah termasuk kalau mau FPI bergabung disitu," kata Mahfud yang dikutip dari webinar KAHMI yang ditayangkan di YouTube, Senin, 28 Desember.
Mahfud juga menyebut proses penyelesaian harus dilakukan dengan cara merunut kejadiannya. Termasuk mendalami awal pembelian tanah tersebut.
"Kita selesaikan sendiri hukumnya seperti apa, dulu belinya kepada siapa? Belinya kepada petani ditelantarkan katanya 30 tahun, loh, pemerintah itu baru memberi HGU kepada PTPN VIII tahun 28 kan belum 30 tahun, berarti tidak diurusi oleh PTPN belum 30 tahun karena HGU-nya baru diperoleh tahun 2008, kalau diklaim tahun 2013 berarti kan baru 5 tahun sejak PTPN mendapatkan HGU dari pemerintah," ungkapnya.
Meski begitu, dirinya tidak memiliki solusi penyelesaian atas permasalahan sengketa lahan tersebut. Apalagi, permasalahan ini di luar kewenangannya sehingga dia menyerahkan masalah tersebut sebaiknya diselesaikan dengan undang-undang.
"Tetapi saya tidak tahu solusinya karena itu urusan hukum pertahanan bukan urusan politik hukum dalam arti kasus dan keamanan, tetapi itu masalah hukum dalam arti hukum administrasinya itu ada di pertanahan dan BUMN," tegas Mahfud.
"Sehingga silakan saja apa kata hukum tentang itu semua itu betul UU hukum agraria jika tanah sudah ditelantarkan 20 tahun dan di digarap oleh petani atau oleh seseorang tanpa dipersoalkan selama 20 tahun itu bisa dimintakan sertifikat," imbuhnya.
Selanjutnya, Mahfud berharap permasalahan ini dapat dirampungkan dengan proses yang baik dengan melibatkan perwakilan kedua belah pihak.
"Sekarang kita pastikan dulu petaninya apa betul sudah 20 tahun disitu dan kedua HGU sebenarnya baru dimiliki secara resmi tahun 2008, sehingga tahun 2013 ketika tanah itu dibeli oleh Habib Rizieq itu sebenarnya belum 20 tahun digarap oleh petani kalau dihitung sejak pemberiannya oleh negara pengurusannya oleh negara terhadap apa namanya PTPN VIII," kata Mahfud.
"Tapi mari kita selesaikan ini secara baik-baik," ujarnya.
BACA JUGA:
Diberitakan sebelumnya, PT PTPN VIII mempermasalahkan tanah seluas 30,91 hektare di Desa Kuta, Megamendung, Bogor, Jawa Barat milik Rizieq Shihab. Menanggapi hal ini, kuasa hukum Rizieq, Aziz Yanuar mengatakan tanah ini dibeli secara sah dari para petani yang menguasai dan mengelola lahan secara fisik serta dari para pemilik sebelumnya. Bahkan, surat perjanjian jual beli tanah itu ditembuskan kepada pejabat daerah.
"Kami dengan pengelola dan pemilik juga sudah sangat lengkap dan diketahui oleh perangkat desa, baik RT, RW setempat yang kemudian terhadap surat tersebut telah ditembuskan kepada Bupati Kabupaten Bogor dan Gubernur Jawa Barat, sehingga legal standing klien kami dalam menempati dan mengusahakan atas lahan tersebut tidak dengan cara melawan hukum," ujar Aziz dalam keterangannya, Minggu, 27 Desember.
Jika merujuk jauh ke belakang sebelum adanya pembelian, kata Aziz, tanah itu dahulunya merupakan lahan kosong yang terlantar. Kemudian, lahan itu dikuasai secara fisik dan dikelola oleh banyak masyarakat lebih dari 25 tahun
Dengan dasar itu, Rizieq Shihab membeli tanah itu. Pembelian dilakukan juga setelah mendapat informasi lahan itu milik masyarakat setempat.
"Berlatar belakang penguasaan fisik yang sedemikian lama oleh masyarakat, sehingga klien kami berkeyakinan atas lahan tersebut secara hukum memang benar milik para penggarap, sehingga klien kami bersedia untuk membeli lahan-lahan tersebut dari para para pemilik atas lahan tersebut," papar dia.
Aziz menyebut kepemilikan lahan atas nama PTPN berdasarkan sertifikat HGU bernomor 299 tahun 2008 baru diketahui pihaknya setelah mendapat surat somasi dari PTPN pada 18 Desember 2020. Bahkan, setelah ditelusuri sertifikat HGU itu dibatalkan Mahkamah Agung. Sehingga tidak memiliki kekuatan hukum tetap.
"Kami baru mengetahui keberadaan SHGU (milik PTPN) melalui surat saudara (somasi), tertanggal 18 Desember 2020," kata dia.
Tanah itu telah dibangun Pondok Pesantren Alam Argokultural Markaz Syariah FPI. Pembangunan sudah dilakukan sejak 2013.