Batik Air Dilarang Terbang, Gubernur Kalbar Bang Midji: Pelanggaran Ditoleransi akan Jadi Masalah Besar
Ilustrasi/Batik Air (DOK. ANTARA)

Bagikan:

PONTIANAK - Gubernur Kalimantan Barat (Kalbar) Sutarmidji atau akrab disapa Bang Midji menegaskan keputusannya melarang Batik Air terbang ke wilayah Kalbar karena pelanggaran. Aturan mencegah penyebaran OVID-19 harus ditegakkan di tengah pandemi.

“Assalamualaikum, keputusan untuk melarang membawa penumpang dari bandara keberangkatan menuju Pontianak disebabkan membawa penumpang yang positif COVID-19. Kami sudah berkoordinasi dengan pihak Angkasa Pura Supadio dan KKP semua lempar tanggung jawab,” kata Bang Midji lewat akun fanpage Facebook Bang Midji dikutip VOI, Minggu, 27 Desember.

Bang Midji meminta semua pihak tidak berdebat dengan kondisi penanganan pandemi. Bang Midji menegaskan dirinya paham aturan, tidak ada maladministrasi dari keputusannya. 

“Lex Specialis Derogat Legi Generalis, artinya aturan yang khusus mengesampingkan aturan yang umum. Ini kondisi pandemi, jangan bicara seperti kondisi normal,” kata Bang Midji, lulusan sarjana hukum Universitas Tanjungpura (Untan) ini. 

Koordinasi menurutnya penting. Tapi keputusan untuk kepentingan masyarakat di atas segalanya. 

“Koordinasi penting, tapi kalau diajak koordinasi cuek, maka keputusan untuk kepentingan masyarakat yang lebih besar harus diambil,” kata dia.

“Mohon maaf kalau ada yang tak nyaman atau tak berkenan atas Keputusan Satgas COVID-19 Kalbar. Ingat ketika suatu pelanggaran selalu ditoleransi, maka suatu saat dia akan jadi masalah besar, karena pelanggaran dianggap bukan pelanggaran lagi,” tutur Bang Midji.

Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji sebelumnya melarang maskapai Batik Air terbang ke Pontianak selama 10 hari mulai Kamis, 24 Desember.

Hal ini disebabkan Satgas COVID-19 Kalbar menduga ada lima penumpang yang membawa surat palsu hasil swab test yang menunjukkan keterangan negatif.

Menanggapi hal ini, Ketua Umum Asosiasi Penerbangan Nasional INACA Denon menganggap tak seharusnya Sutarmidji memberi sanksi larangan terbang. Sebab, menurutnya tanggung jawab pemeriksaan kesehatan berada di tangan Kementerian Kesehatan.

"Maskapai maupun bandara tidak memiliki tanggung jawab atas pemeriksaan calon penumpang terhadap status kesehatan dan COVID-19, petugas KKP dibawah Kemenkes yang memiliki tanggung jawab atas prosedur tersebut," kata Denon dalam keterangannya, Minggu, 27 Desember.

Terlebih, menurut Denon, izin penerbangan maupun larangan maskapai ke suatu daerah merupakan kewenangan Kementerian Perhubungan. Oleh sebab itu, Denon meminta pemerintah pusat turun tangan menyelesaikan persoalan tersebut.

"Kami memohon agar pemerintah pusat mempertimbangkan sikap pemerintah daerah tersebut karena menurut kami sanksi tersebut tidak relevan dan tidak fair bagi kami sebagai operator penerbangan dan operator bandara," ungkap dia.