JAKARTA - Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji melarang maskapai Batik Air terbang ke Pontianak selama 10 hari mulai Kamis, 24 Desember.
Hal ini disebabkan Satgas COVID-19 Kalbar menduga ada lima penumpang yang membawa surat palsu hasil swab test yang menunjukkan keterangan negatif.
Menanggapi hal ini, Ketua Umum Asosiasi Penerbangan Nasional INACA Denon menganggap tak seharusnya Sutarmidji memberi sanksi larangan terbang. Sebab, menurutnya tanggung jawab pemeriksaan kesehatan berada di tangan Kementerian Kesehatan.
"Maskapai maupun bandara tidak memiliki tanggung jawab atas pemeriksaan calon penumpang terhadap status kesehatan dan COVID-19, petugas KKP dibawah Kemenkes yang memiliki tanggung jawab atas prosedur tersebut," kata Denon dalam keterangannya, Minggu, 27 Desember.
Terlebih, menurut Denon, izin penerbangan maupun larangan maskapai ke suatu daerah merupakan kewenangan Kementerian Perhubungan. Oleh sebab itu, Denon meminta pemerintah pusat turun tangan menyelesaikan persoalan tersebut.
"Kami memohon agar pemerintah pusat mempertimbangkan sikap pemerintah daerah tersebut karena menurut kami sanksi tersebut tidak relevan dan tidak fair bagi kami sebagai operator penerbangan dan operator bandara," ungkap dia.
Diketahui, Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji menjelaskan bahwa beberapa waktu lalu Satgas COVID-19 Kalbar melakukan tes swab secara acak bagi penumpang pesawat udara yang masuk ke Pontianak.
Dari total 20 orang yang dilakukan swab, terdapat 5 penumpang Batik Air yang dinyatakan positif COVID-19. "Indikasinya, surat keterangan yang mereka bawa itu palsu," ucap Sutarmidji dalam laman Facebook resmi miliknya, Bang Midji.
Sutarmidji mengaku telah berkoordinasi dengan Angkasa Pura hingga KKP bandara. Namun, semuanya lepas tanggung jawab. Oleh sebab itu, Sutarmidji melarang Batik Air untuk masuk ke Pontianak selama 10 hari.
"Dirjen Perhubungan Udara (kalau) mau protes dan marah, silakan. Berarti mereka koordinasinya tidak baik dengan Angkasa Pura dan KKP. Sebagai Ketua Satgas saya akan ketat (bagi yang) masuk Kalbar. Sampai dengan tanggal 8 januari 2021, harus dengan surat bebas COVID-19 melalui tes swab PCR," jelasnya.
"Mohon maaf kalau ada yang tak nyaman atau tak berkenan atas Keputusan Satgas COVID-19 Kalbar. Ingat, ketika suatu pelanggaran selalu ditoleransi, maka suatu saat dia akan jadi masalah besar karena pelanggaran dianggap bukan pelanggaran lagi," lanjut dia.