JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengatakan penangkapan terhadap Gubernur Papua Lukas Enembe dilakukan karena ada dugaan Lukas bakal kabur ke luar negeri. Ada informasi menyebut tersangka dugaan suap dan gratifikasi itu akan pergi melalui Bandara Sentani.
"KPK mendapatkan informasi tersangka LE (Lukas Enembe) akan ke Mamit Tolikara pada hari selasa, tanggal 10 Januari 2023 melalui Bandara Sentani," kata Firli dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 10 Januari.
Setelah mendapat informasi itu tim komisi antirasuah bergerak. Karena dicurigai, Lukas bakal kabur lewat jalur tertentu.
"Bisa jadi cara tersangka LE akan meninggalkan Indonesia," tegas Firli.
Dalam upaya menangkap Lukas, KPK minta bantuan Polda Papua dan satuan Brimob. Sehingga, kepergian Lukas bisa digagalkan dan dihentikan saat hendak ke Bandara Sentani.
"Karena yang bersangkutan akan ke luar Jayapura dan upaya evakuasi tersangka ke Jakarta," ujar Firli.
Lukas dalam perjalanan ke Jakarta. Setibanya di Markas KPK, dia bakal diperiksa penyidik. Hasil pemeriksaan menentukan penahanan terhadap orang nomor satu di Papua itu.
BACA JUGA:
Sebelumnya, Lukas Enembe sudah diumumkan sebagai tersangka oleh KPK secara resmi pada Kamis, 5 Januari. Pengumuman disampaikan bersamaan penetapan dan penahanan Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijantono Lakka.
Dalam kasus ini, Rijantono diduga bisa mendapatkan proyek karena kongkalikong dengan beberapa pejabat dan Lukas Enembe sebelum lelang proyek dimulai. Komunikasi diyakini dibarengi pemberian suap.
Kesepakatan dalam kongkalikong Rijantono, Lukas dan pejabat di Papua lainnya yakni pemberian fee 14 persen dari nilai kontrak. Fee harus bersih dari pengurangan pajak.
Ada tiga proyek yang didapatkan Rijantono atas pemufakatan jahat itu. Pertama yakni peningkatan Jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14,8 miliar.
Kemudian rehabilitasi sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp13,3 miliar. Terakhir, proyek penataan lingkungan venue menembang outdoor AURI dengan nilai proyek Rp12,9 miliar.
Setelah proyek itu benar dimenangkan, Rijantono menyerahkan uang sebesar Rp1 miliar kepada Lukas. Selain itu, Lukas juga diduga menerima gratifikasi hingga miliaran rupiah. Hanya saja, Lukas ditahan karena dia mengaku sakit. Bahkan, Firli Bahuri bersama tim independen pernah menyambanginya di Jayapura, Papua.