JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan tak ada motif lain di balik penangkapan Gubernur Papua Lukas Enembe. Tersangka dugaan suap dan gratifikasi itu ditangkap sesuai aturan perundangan.
"Perlu kami sampaikan, bahwa penyidikan perkara ini sepenuhnya berdasarkan ketentuan hukum, tidak ada kepentingan lain," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa, 10 Januari.
KPK telah menjunjung hak asasi manusia dalam upaya penindakan itu. "Hak tersangka pun juga kami penuhi menurut ketentuan hukum yang berlaku," tegasnya.
Komisi antirasuah itu bilang, Lukas ditangkap di sebuah rumah makan. Saat itu, dia bersama pihak lain yang tak disebut namanya.
Lukas kini dalam perjalanan menuju Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan. Dia akan menjalani pemeriksaan lebih lanjut setelah tiba di sana.
BACA JUGA:
Sebelumnya, Lukas Enembe sudah diumumkan sebagai tersangka oleh KPK secara resmi pada Kamis, 5 Januari. Pengumuman disampaikan bersamaan penetapan dan penahanan Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijantono Lakka.
Dalam kasus ini, Rijantono diduga bisa mendapatkan proyek karena kongkalikong dengan beberapa pejabat dan Lukas Enembe sebelum lelang proyek dimulai. Komunikasi diyakini dibarengi pemberian suap.
Kesepakatan dalam kongkalikong Rijantono, Lukas dan pejabat di Papua lainnya yakni pemberian fee 14 persen dari nilai kontrak. Fee harus bersih dari pengurangan pajak.
Setidaknya, ada tiga proyek yang didapatkan Rijantono atas pemufakatan jahat itu. Pertama yakni peningkatan Jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14,8 miliar.
Lalu, rehabilitasi sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp13,3 miliar. Terakhir, proyek penataan lingkungan venue menembang outdoor AURI dengan nilai proyek Rp12,9 miliar.
Setelah proyek itu benar dimenangkan, Rijantono menyerahkan uang sebesar Rp1 miliar kepada Lukas. Selain itu, Lukas juga diduga menerima gratifikasi hingga miliaran rupiah. Hanya saja, Lukas ditahan karena dia mengaku sakit. Bahkan, Firli Bahuri bersama tim independen pernah menyambanginya di Jayapura, Papua.