DPRD Nilai Anggaran Sumur Resapan DKI Rp817 Miliar Terlalu Besar
Ketua Panitia Khusus Banjir DPRD DKI, Zita Anjani (Diah Ayu Wardani/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Ketua Panitia Khusus Banjir DPRD DKI, Zita Anjani menilai anggaran pembangunan drainase vertikal atau sumur resapan sebagai salah satu upaya penanggulangan banjir di Jakarta terlalu besar.

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tahun 2017-2022, anggaran sumur resapan mencapai Rp817 miliar.  

Khusus tahun 2021, Pemprov DKI menganggarkan Rp441 miliar menggunakan APBD dengan target sebanyak 150 ribu titik sumur resapan.

"Pembangunan drainase vertikal anggarannya Rp817 miliar. Harusnya, Rp817 miliar bisa untuk kegiatan yang lain," kata Zita dalam keterangan tertulis, Minggu, 26 Desember.

Menurut politikus PAN ini, Peraturan Gubernur Nomor 20 tahun 2013 mengatur bahwa pemilik bangunan yang menutup tanah atau pemohon pengguna air tanah wajib membuat sumur resapan. 

Oleh sebab itu, Pansus Banjir DPRD DKI merekomendasikan agar pembangunan drainase vertikal tidak menggunakan APBD, melainkan mengoptimalkan dana CSR, pemilik bangunan, dan masyarakat. Sebab, hal tersebut sudah pernah diatur dalam Kepgub tentang kewajiban pembuatan sumur resapan air. 

"Unsur penting tanggulangi banjir tidak hanya dengan anggaran yang cukup, tapi juga tepat sasaran, poin itu yang terlewatkan. Jadinya, anggaran kita besar tapi tidak berdampak," ungkap Zita.

Selain itu, Zita juga menyayangkan besarnya anggaran sistem penunjang informasi banjir atau flood supporting information system sebesar Rp109 miliar, seperti alat ukur curah hujan dan pengukur debit aliran sungai.

Oleh sebabnya, Zita merekomendasikan agar Anies membatalkan pengadaan alat tersebut. Kata Zita, DKI bisa memanfaatkan Flood Information eksisting seperti BMKG Center dan Jakarta Smart City, sehingga anggaran tersebut bisa di alihkan untuk mengoptimalkan perluasan kali.

"Pengadaan Flood Information System memang penting, tapi tidak perlu yang baru, optimalkan saja eksisting. Kalau apa-apa pengadaan terus, tapi tidak optimal, hasilnya sama saja, boros anggaran," ucap dia.

"Itu baru dua contoh, masih banyak lagi anggaran yang kurang tepat. Itulah mengapa kami menekankan yang paling awal itu adalah komitmen. Janji yang diucap, itu belum tentu komitmen," pungkasnya.