Bagikan:

JAKARTA - China pada Hari Kamis membela langkah penanganan wabah COVID-19 yang dilakukannya, setelah Presiden AS Joe Biden menyuarakan keprihatinan dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan Beijing tidak melaporkan kematian akibat virus.

Direktur Kedaruratan WHO Mike Ryan mengatakan pada Hari Rabu, pejabat China kurang merepresentasikan data di beberapa bidang, pernyataan paling kritis dari badan PBB tersebut hingga saat ini.

China membatalkan kontrol COVID yang ketat bulan lalu setelah protes yang dilakukan warga, mengabaikan kebijakan yang telah melindungi 1,4 miliar penduduknya dari virus selama tiga tahun.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning mengatakan dalam jumpa pers reguler di Beijing, China telah secara transparan dan cepat membagikan data COVID dengan WHO, mengatakan "situasi epidemi China dapat dikendalikan".

"Fakta telah membuktikan bahwa China selalu sesuai dengan prinsip legalitas, ketepatan waktu, keterbukaan dan transparansi, menjalin komunikasi yang erat, berbagi informasi dan data yang relevan dengan WHO secara tepat waktu," terang Mao, melansir Reuters 6 Januari.

Pejabat dan pakar China menguraikan situasi terbaru pada Hari Kamis dalam pertemuan online dengan WHO dan negara-negara anggotanya, kata Komisi Kesehatan Nasional dan diplomat China.

China melaporkan satu kematian COVID baru di daratan pada Hari Rabu, dibandingkan dengan lima kematian sehari sebelumnya, menjadikan jumlah kematian resminya sebanyak 5.259 jiwa.

Mike Ryan, direktur kedaruratan WHO, mengatakan dalam pengarahan media, angka saat ini yang diterbitkan dari China kurang mewakili jumlah rawat inap di rumah sakit, rawat inap ICU dan khususnya dalam hal kematian, mengatakan definisi Beijing tentang kematian terkait COVID terlalu sempit.

Beberapa jam kemudian, Presiden AS Joe Biden menyuarakan keprihatinan tentang penanganan China terhadap wabah COVID yang memenuhi rumah sakit dan membanjiri beberapa rumah duka.

"Mereka sangat sensitif. Ketika kami memberi masukan, mereka tidak begitu terbuka," ujar Biden kepada wartawan.

Dengan salah satu angka kematian COVID resmi terendah di dunia, China secara rutin dituduh kurang melaporkan karena alasan politik.

Pada Bulan Desember, WHO mengatakan tidak menerima data dari China tentang rawat inap COVID baru sejak perubahan kebijakan Beijing.

Dalam laporan mingguan terbarunya, WHO mengatakan China melaporkan 218.019 kasus COVID mingguan baru pada 1 Januari, menambahkan bahwa kesenjangan dalam data mungkin disebabkan oleh pihak berwenang yang kesulitan menghitung kasus.

Diketahui, metode penghitungan kematian akibat COVID bervariasi di berbagai negara sejak pandemi merebak di Kota Wuhan, China pada akhir 2019.

Pejabat kesehatan China mengatakan, hanya kematian yang disebabkan oleh pneumonia dan gagal napas pada pasien yang terkena virus yang diklasifikasikan sebagai kematian akibat COVID.

Sementara, pakar penyakit di luar China mengatakan pendekatan itu melewatkan jenis komplikasi COVID fatal lainnya yang diakui secara luas, mulai dari pembekuan darah hingga serangan jantung, sepsis dan gagal ginjal.

Pakar kesehatan internasional memperkirakan setidaknya 1 juta kematian terkait COVID dapat terjadi di China tahun ini. Sementara, perusahaan data kesehatan yang berbasis di Inggris Airfinity memperkirakan sekitar 9.000 orang di China mungkin meninggal setiap hari akibat COVID.