Bupati Ungkap 60 Ribu Rumah di Garut Tidak Layak Huni, Pemerintah Hanya Bisa Tangani 3 Ribu Unit Setiap Tahunnya
Ilustrasi rumah tidak layak huni (rutilahu). (Antara-Yulius Satria W).

Bagikan:

JABAR - Wakil Bupati Garut Helmi Budiman mengaku pemerintah hanya mampu memperbaiki tiga ribu rumah tidak layak huni (rutilahu) di Garut setiap tahunnya. Kemampuan itu di tengah kenyataan sebanyak 60 ribuan rutilahu tersebar di Garut.

"Data yang saya terima terakhir itu sebanyak 60 ribuan (rutilahu), yang terselesaikan rata-rata tiga ribuan," kata Helmi Budiman kepada wartawan di Garut, Jawa Barat (Jabar), Kamis 5 Januari.

Ia menuturkan, jumlah rutilahu di Garut setiap tahunnya semakin bertambah banyak dengan kondisi ketidaklayakan rumah bermacam-macam, termasuk rumah terdampak bencana hidrometeorologi.

"Rutilahu itu kita bantu malah makin banyak," ujar Helmi disitat Antara.

Ia menyampaikan program penanggulangan rutilahu di Garut mendapatkan perhatian dari mulai pemerintah pusat melalui sejumlah kementerian, ada juga dari Pemerintah Provinsi Jabar, termasuk dari Badan Amil Zakat Nasional (Baznas).

Selain itu, kata dia, ada juga program rutilahu dari Pemerintah Kabupaten Garut dan juga dari sejumlah perusahaan swasta maupun pemerintah yang menyalurkan program CSRnya untuk perbaikan rumah.

"Untuk bantuan rutilahu itu ada dari pusat, provinsi, kabupaten, Baznas, dari CSR yang lain, tahun ini juga sama ada," kata Helmi.

Ia menyampaikan, khusus dari Pemkab Garut merealisasikan program rutilahu sebanyak 442 unit rumah atau untuk satu rumah satu desa di tahun 2023.

Bantuan rutilahu yang diberikan Pemkab Garut, kata dia, hanya dana stimulan sebesar Rp15 juta per rumah tahun anggaran 2022, dan di tahun anggaran 2023 naik menjadi Rp17 juta per rumah.

"Besarannya beda-beda dari pusat beda, provinsi beda, Kemensos beda, dari PUPR beda, dari kabupaten Rp15 juta kemarin, sekarang naik Rp17 juta," katanya.

Ia berharap, upaya menyelesaikan rutilahu di Garut dapat dilakukan secara bersama-sama, tidak hanya pemerintah maupun pemangku kepentingan lainnya, tapi juga pemerintah desa dan masyarakat untuk bergotong royong memperbaiki rumah warga miskin.

"Kami dengan desa, desa bagaimana kita pikirkan pemeliharaan, sebenarnya kan tanggung jawab daripada kepala keluarga, cuma ketika kepala keluarganya disebut miskin, nah ini kan yang kita bantu, kalau mampu, ya sendiri," pungkasnya.