Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut dugaan suap pengurusan dana hibah, termasuk mencari tahu campur tangan Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa. Alasannya, uang dari APBD Provinsi Jatim itu baru bisa cair setelah ada persetujuan kepala daerah.

"Undang-undang menentukan seperti itu. APBD pasti kan gubernur, bupati, wali kota dengan DPRD kan seperti itu," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata kepada wartawan yang dikutip Kamis, 29 Desember.

Alexander menyebut KPK tak percaya Wakil Ketua DPRD Jawa Timur Sahat Tua P. Simandjuntak bisa sendirian mengurusi dana hibah dari APBD.

"Dalam proses perencanaan penganggaran itu kan melibatkan eksekutif dan legislatif," tegasnya.

Alasan inilah yang kemudian membuat KPK terus mencari bukti keterlibatan pihak lain. Pendalaman bakal dilakukan untuk mengusut tuntas perkara ini.

Sebelumnya, KPK menggeledah sejumlah tempat di Jawa Timur dan menemukan bukti terkait dugaan suap pengurusan dana hibah di Jatim. Salah satunya, ruang kerja Gubernur-Wakil Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa dan Emil Dardak.

"Ditemukan dan diamankan antara lain berbagai dokumen penyusunan anggaran APBD dan juga bukti elektronik yang diduga memiliki kaitan erat dengan perkara," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Kamis, 22 Desember.

Dalam kasus ini, Wakil Ketua DPRD Jatim Sahat Tua P. Simandjuntak telah ditetapkan sebagai tersangka. Selain itu, ada tiga tersangka lainnya yaitu staf ahli Sahat, Rusdi; Abdul Hamid yang merupakan Kepala Desa Jelgung, Kecamatan Robatal, Kabupaten Sampang yang juga Koordinator Kelompok Masyarakat; dan Ilham Wahyudi alias Eeng yang merupakan Koordinator Lapangan Pokmas.

Penetapan Sahat dan tiga tersangka lainnya dilakukan setelah mereka terjerat operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu, 14 Desember. Penindakan ini didasari informasi masyarakat yang tahu adanya penyerahan uang berkaitan dengan pengurusan alokasi dana hibah.

KPK menyebut Sahat diduga menawarkan bantuan untuk memperlancar pengusulan dana hibah yang dengan jumlah seluruhnya mencapai Rp7,8 triliun. Pemberian ini ditujukan untuk badan, lembaga, organisasi masyarakat yang ada di Pemprov Jawa Timur.

Sahat melakukan penerimaan sejak 2021 dan berlanjut hingga 2022 kemudian bersedia membantu untuk 2023 serta 2024. Uang yang diterima politikus Partai Golkar ini diduga mencapai Rp5 miliar.