JAKARTA - Jaksa Agung Republik Indonesia, ST Burhanuddin mengatakan kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi PT Asabri mencapai 17 triliun. Hal ini merujuk pada data hasil investigasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Kami sudah mendapatkan tentang hasil investigasi dari BPKP yang diperkirakan sekitar kerugiannya Rp17 triliun," ucap Burhanuddin kepada wartawan, Selasa, 22 Desember.
Burhanuddin bilang, kerugian negara yang diakibatkan perkara korupsi PT Asabri lebih besar jika dibandingkan dengan PT Asuransi Jiwasraya. Sebab, perkara yang mentapkan beberapa tersangka, salah satunya Benny Tjokro menyebabkan kerugian negara Rp16,8 triliun.
"Jadi mungkin lebih banyak sedikit dari Jiwasraya," ungkap dia.
BACA JUGA:
Menambahkan, Menteri BUMN Erick Thohir menyebutkan dengan adanya hasil audit perihal kerugian dapat memudahkan memetakan indikasi-indikasi terjadinya tindak pidana korupsi. Terlebih pemerintah tetap berkomitmen untuk memusnahkan korupsi.
"Yang penting juga kan kita memaping (memetakan) daripada korupsi ini dan aset-asetnya. Karena tetap kita harus tetap menjaga kesinambungan dengan berjalannya Asabri," kata Erick.
Adapun sebelumnya, perkara dugaan korupsi ini berdasarkan tiga laporan polisi (LP) yang diterima di Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri dan Direktorat Kriminal Khusus Polda Metro Jaya.
Laporan pertama terdaftar dengan nomor A077/II/2020/Dittipidekses tertanggal 7 Februari 2020. Dalam laporan ini, penyidik sudah memeriksa 43 saksi dan menyita sejumlah laporan keuangan.
Kemudian, LP nomor A0175/III/Bareskrim tertanggal 24 Maret 2020 dan telah memasuki penyidikan sejak 22 April 2020. Terakhir, laporan yang teregister di Polda dengan nomor 63/I/25/2020 SPKT/PMJ pada 15 Januari 2020.
Hanya saja, dalam penanganan perkara ini sudah diputuskan jika penyidik Polda Metro Jaya yang akan menanganinya terlebih dahulu. Sebab, pelaporan lebih dahulu dilakukan di Polda Metro Jaya.
Terkait proses penyidikan masih menunggu hasil pemeriksaan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Nantinya, dari hasil pemeriksaan itu baru ditentukan langkah selanjutnya.
Dalam perkara ini, penyidik mendunga ada pelanggaran dalam Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-undang nomor 21 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak PIdana korupsi sebagaimana diubah dalam UU nomor 8 Tahun 2012 jo Pasal 55 ayat (1) KUHP.