JAKARTA - Penanganan perkara dugaan korupsi PT Asabri mulai menemukan titik terang karena kerugian negara dan calon tersangka mulai terpetakan.
Jaksa Agung Republik Indonesia ST Burhanuddin mengatakan, perkara ini diduga memiliki kesamaan dengan kasus PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Letak kesamaannya terdapat pada sisi pelaku dugaan korupsinya.
"Jadi dugaan calon tersangkanya itu hampir sama antara Jiwasraya dengan Asabri," ucap Burhanuddin kepada wartawan, Selasa, 22 Desember.
Meski demikian, Burhanuddin enggan membeberkan lebih jauh soal identitas calon tersangka dalam kasus korupsi Asabri. Alasannya, semuanya akan terbuka satu per satu dalam proses penyidikan.
Selain itu, dia mengatakan, dua calon tersangka pada kasus Asabri terindikasi kuat memiliki kesamaan dengan kasus dugaan korupsi Jiwasraya.
"Saya tidak nyebut nama dulu deh. Yang sementara ada dua dulu yang sama di sana. Tapi itu akan lain-lain, pasti akan berkembang. Kita akan mempelajari dulu," kata dia.
Selain itu, kerugian negara dalam perkara ini pun sudah diketahui. Berdasarkan data hasil investigasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), total kerugian negara dugaan korupsi PT Asabri mencapai 17 triliun.
"Kami sudah mendapatkan tentang hasil investigasi dari BPKP yang diperkirakan sekitar kerugiannya Rp17 triliun," ungkapnya.
Dibandingkan dengan kerugian negara pada kasus PT Asuransi Jiwasraya, perkara korupsi PT Asabri masih lebih besar. Sebab, perkara yang menetapkan beberapa tersangka, salah satunya Benny Tjokro menyebabkan kerugian negara Rp16,8 triliun.
"Jadi mungkin lebih banyak sedikit dari Jiwasraya," ucap dia.
Burhanuddin mengatakan, dengan adanya kemiripan kasus korupsi PT Asabri dan PT Asuransi Jiwasraya ini, maka penanganan perkara bakal pindah dari Polri ke Kejaksaan Agung. Dengan harapan penanganan akan lebih cepat karena adanya kesamaan tersebut.
"Jadi kenapa kami diminta untuk menangani karena ini ada kesamaan dan tentunya kami sudah bisa memetakan tentang masalah," ucapnya.
BACA JUGA:
Polri Limpahkan Perkara Asabri
Terkait penanganan perkara dugaan korupsi PT Asabri, Bareskrim Polri dan Kejaksaan Agung pun berkoordinasi. Hasilnya, penanganan perkara PT Asabri dilimpahkan ke Kejaksaan Agung (Kejagung).
Kabareskrim Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo mengatakan, salah satu alasan di balik pelimpahan perkara ini karena sejumlah aset yang sudah disita dan calon tersangka memiliki kesamaan dengan perkara PT Asuransi Jiwasraya.
"Ada aset-aset yang disita yang sumbernya berasal dari dana Asabri dan Jiwasraya karena pelakunya hampir sama," kata Listyo.
Untuk memudahkan pelacakan dan penanganannya, kata Listyo, perkara dugaan korupsi itu lebih baik disatukan. Sebab, penanganan perkara PT Asuransi Jiwasraya masih bergulir di Kejagung.
Meski pada saat memangani perkara ini, Polri sudah menemukan bukti kuat adanya pelanggaran tindak pidana korupsi. Bentuk korupsi yang dimaksud terkait penyimpangan tata kelola investasi dan kegiatan lainnya pada periode 2012 hingga 2019.
"Untuk tracing dan pengembalian kerugian negara lebih baik disatukan di Kejaksaan Agung," kata dia.
Sebelumnya, perkara dugaan korupsi PT Asabri ditangani Polri berdasarkan tiga laporan polisi (LP) yang diterima di Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri dan Direktorat Kriminal Khusus Polda Metro Jaya.
Laporan pertama terdaftar dengan nomor A077/II/2020/Dittipidekses tertanggal 7 Februari 2020. Dalam laporan ini, penyidik sudah memeriksa 43 saksi dan menyita sejumlah laporan keuangan.
Kemudian, LP nomor A0175/III/Bareskrim tertanggal 24 Maret 2020 dan telah memasuki penyidikan sejak 22 April 2020. Terakhir, laporan yang teregister di Polda dengan nomor 63/I/25/2020 SPKT/PMJ pada 15 Januari 2020.
Tapi, dalam penanganan perkara ini sudah diputuskan penyidik Polda Metro Jaya yang akan menanganinya terlebih dahulu. Sebab, pelaporan lebih dahulu dilakukan di Polda Metro Jaya.
Terkait proses penyidikan masih menunggu hasil pemeriksaan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Nantinya, dari hasil pemeriksaan itu baru ditentukan langkah selanjutnya.
Dalam perkara ini, penyidik mendunga ada pelanggaran dalam Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-undang nomor 21 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak PIdana korupsi sebagaimana diubah dalam UU nomor 8 Tahun 2012 jo Pasal 55 ayat (1) KUHP.