Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami aliran uang dalam kasus dugaan korupsi penyaluran dana bergulir oleh Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (LPDB-KUMKM) tahun 2012-2013.

Penelusuran oleh KPK melalui pemeriksaan saksi wiraswasta Endang Suhendar di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat 23 Desember.

"Saksi hadir dan didalami pengetahuannya, antara lain, terkait dengan dugaan aliran uang yang diterima tersangka KD (Kemas Danial/Direktur LPDB-KUMKM 2010-2017)," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Senin 26 Desember.

Selain itu, KPK juga memeriksa seorang saksi lainnya, yakni pengawas koperasi utama di Deputi Perkoperasian Kementerian Koperasi dan UKM/Inspektorat Kementerian Koperasi dan UKM tahun 2015 Suparno.

"Didalami pengetahuannya, antara lain, terkait dengan pengawasan yang dilakukan Kementerian Koperasi atas penggunaan dana bergulir oleh LPDB-KUMKM yang saat itu dikelola oleh tersangka KD," ujarnya disitat Antara.

KPK menetapkan empat tersangka kasus tersebut, yaitu KD, Ketua Pengawas Koperasi Pedagang Kaki Lima Panca Bhakti (Kopanti) Jabar Dodi Kurniadi (DK), Sekretaris II Kopanti Jabar Deden Wahyudi (DW), dan Direktur PT Pancamulti Niagapratama (PN) Stevanus Kusnadi (SK).

Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan bahwa pada tahun 2012 SK selaku Direktur PT PN menemui KD dengan maksud menawarkan bangunan Mall Bandung Timur Plaza (BTP) yang kondisi bangunannya belum selesai 100 persen.

Tawaran SK itu, antara lain, agar KD dapat membantu dan memfasilitasi pemberian pinjaman dana dari LPDB-KUMKM. KD menyetujui penawaran tersebut dan merekomendasikan SK untuk segera menemui Andra A. Ludin selaku Ketua Pusat Kopanti Jabar agar bisa mengondisikan teknis pengajuan pinjaman dana bergulir melalui permohonan ke Kopanti Jabar.

Sesuai dengan arahan KD, selanjutnya Andra A. Ludin meminta DK mengajukan permohonan pinjaman sebesar Rp90 miliar ke LPDB untuk pembelian kios di Mal BTP seluas 6.000 meter persegi yang akan diberikan pada 1.000 orang pelaku UMKM.

KPK mengungkapkan data pelaku UMKM yang dilampirkan tidak mencapai 1.000 orang dan diduga fiktif, tetapi tetap dipaksakan agar dana bergulir tersebut bisa segera dicairkan melalui pembukaan rekening bank yang dikoordinasi oleh DW.

Agar penyaluran dana bergulir segera terealisasi, KD lantas membuat surat perjanjian kerja sama dengan Kopanti Jabar tanpa mengikuti dan memedomani analisis bisnis dan manajemen risiko.

Pada periode 2012-2013, KPK menyebut telah disalurkan pinjaman dana bergulir kepada 506 pelaku UMKM binaan Kopanti Jabar sebesar Rp116,8 miliar dengan jangka waktu pengembalian selama 8 tahun.

Adapun uang sebesar Rp116,8 miliar tersebut seluruhnya kemudian di-autodebet melalui rekening bank milik Kopanti Jabar. Selanjutnya dibayarkan ke rekening Bank PTPN milik SK sebesar Rp98,7 miliar.

Diungkapkan pula bahwa dikarenakan pengembalian pinjaman yang dapat dilakukan SK hanya sebesarRp3,3 miliar dan masuk kategori macet. KD lantas mengeluarkan kebijakan untuk mengubah masa waktu pengembalian menjadi 15 tahun.

KPK menduga KD selanjutnya menerima uang sekitar Rp13,8 miliar dan fasilitas kios usaha ayam goreng di Mal BTP dari SK, sedangkan DK dan DW diduga juga turut menikmati dan mendapatkan fasilitas, antara lain, berupa mobil dan rumah dari Kopanti Jabar.

Akibat perbuatan para tersangka, merugikan keuangan negara sekitar sejumlah Rp116,8 miliar.