Lengkapi Berkas, KPK Perpanjang Penahanan Bupati Nonaktif Bangkalan 40 Hari
Tersangka kasus dugaan suap jual beli jabatan di Bangkalan Abdul Latif Amin Imron (kanan) berjalan keluar setelah menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Selasa (13/12/2022). (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang masa penahanan selama 40 hari ke depan terhadap tersangka Bupati nonaktif Bangkalan R. Abdul Latif Amin Imron (RALAI) dan kawan-kawan.

"Tim penyidik memperpanjang masa penahanan tersangka RALAI dan kawan-kawan untuk masing-masing selama 40 hari ke depan, terhitung 27 Desember 2022 sampai dengan 4 Februari 2023," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Senin 26 Desember.

Perpanjangan masa penahanan itu dilakukan karena tim penyidik masih memerlukan waktu untuk melengkapi alat bukti dalam berkas perkara penyidikan, di antaranya melalui pemanggilan berbagai pihak sebagai saksi.

KPK telah menetapkan enam tersangka kasus dugaan suap terkait lelang jabatan di Pemkab Bangkalan, Jawa Timur.

Tersangka selaku penerima ialah Abdul Latif, sedangkan tersangka pemberi suap adalah Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Aparatur Kabupaten Bangkalan Agus Eka Leandy (AEL), Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Bangkalan Wildan Yulianto (WY).

Selanjutnya, Kepala Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Bangkalan Achmad Mustaqim (AM), Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Bangkalan Hosin Jamili (HJ), dan Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten Bangkalan Salman Hidayat (SH).

Saat ini, Abdul Latif ditahan di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih KPK, sedangkan AEL, WY, dan AM ditahan di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur serta HJ dan SH ditahan di Rutan KPK pada Kavling C1 Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK.

Sebelumnya, KPK telah menahan mereka selama 20 hari pertama sejak 7 Desember 2022 sampai dengan 26 Desember 2022.

Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan tersangka Abdul Latif selaku Bupati Bangkalan periode 2018-2023 memiliki wewenang untuk memilih dan menentukan langsung kelulusan para aparatur sipil negara (ASN) di Pemkab Bangkalan yang mengikuti proses seleksi maupun lelang jabatan.

Dalam kurun waktu 2019-2022, Pemkab Bangkalan atas perintah tersangka RALAI membuka formasi seleksi pada beberapa posisi ditingkat jabatan pimpinan tinggi (JPT), termasuk promosi jabatan untuk eselon III dan IV.

Melalui orang kepercayaannya, tersangka Abdul Latif kemudian meminta fee berupa uang pada setiap ASN yang ingin dinyatakan terpilih dan lulus dalam seleksi jabatan tersebut.

Adapun ASN yang mengajukan diri dan sepakat untuk memberikan sejumlah uang sehingga dipilih dan dinyatakan lulus oleh tersangka Abdul Latif ialah tersangka AEL, tersangka WY, tersangka AM, tersangka HJ, dan tersangka SH.

Besaran fee yang diberikan dan diterima tersangka Abdul Latif melalui orang kepercayaannya bervariasi sesuai dengan posisi jabatan yang diinginkan.

KPK menduga besaran nilai honor tersebut dipatok mulai dari Rp50-150 juta, yang teknis penyerahannya secara tunai melalui orang kepercayaan dari tersangka Abdul Latif.

Selain itu, KPK juga menduga ada penerimaan sejumlah uang lain oleh tersangka Abdul Latif karena turut serta dan ikut campur dalam pengaturan beberapa proyek di seluruh dinas di Pemkab Bangkalan dengan penentuan besaran fee sebesar 10 persen dari setiap nilai anggaran proyek.

Sedangkan, jumlah uang yang diduga telah diterima tersangka RALAI melalui orang kepercayaannya sejumlah sekitar Rp5,3 miliar. KPK mengungkapkan penggunaan uang yang diterima tersangka Abdul Latif tersebut diperuntukkan bagi keperluan pribadi, di antaranya untuk survei elektabilitas.

Selain itu, kata dia, tersangka Abdul Latif juga diduga menerima pemberian lainnya dalam bentuk gratifikasi. Hal itu akan ditelusuri dan dikembangkan lebih lanjut oleh tim penyidik.