Komplotan Penggelapan BBM Solar Selama 7 Tahun di Surabaya Terungkap
ILUSTRASI DOK VOI

Bagikan:

SURABAYA - Aksi penggelapan BBM jenis solar oleh komplotan pegawai dari PT Meratus Line dan perusahaan penyalur BBM PT Bahana Line akhirnya terungkap. Komplotan ini sudah tujuh tahun beroperasi di wilayah Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.

Penggelapan BBM itu diduga dilakukan 17 orang kelompok pegawai dari dua perusahaan itu, yang secara rutin melakukan kegiatan jual beli bahan bakar kapal.

Penggelapan itu terungkap ketika para pelaku menjalani proses hukum dan masa peradilan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.

Mereka adalah Sugeng Gunadi, Nanang Sugiyanto, Herlianto, Abdul Rofik, Supriyadi, Heri Cahyono, Edi Setyawan, Eko Islindayanto, Nur Habib Thohir, Edial Nanang Setyawan, dan Anggoro Putro.

Kemudian terdakwa bernama Erwinsyah Urbanus, David Ellis Sinaga, Dody Teguh Perkasa, Dwi Handoko Lelono, Mohammad Halik, dan Sukardi. Mereka diproses dalam berkas dakwaan terpisah. 

Akibat aksi tersebut, perusahaan jasa angkut PT Meratus Line mengaku mengalami kerugian lebih dari Rp501 miliar rupiah, karena berdasarkan hasil audit sejak 2015 hingga 2022, tercatat sekitar 500.000 liter BBM jenis solar yang digelapkan.

Jaksa Penuntut Umum (JPU), Wahyu Hidayatullah, dalam dakwaannya mengatakan para terdakwa berkomplot melakukan aksi penggelapan BBM pada tangki kapal milik PT Meratus Line sejak Januari 2015 hingga Januari 2022.

"Akibat penggelapan itu, perusahaan mengaku mengalami kerugian lebih dari Rp500 milliar," kata Wahyu, Jumat, 23 Desember.

Aksi penggelapan itu berawal saat PT Meratus Line di Surabaya mendapatkan informasi adanya praktik jual beli BBM jenis solar di Jakarta yang melibatkan karyawannya.

Perusahaan lantas melakukan antisipasi dengan menyelidiki dengan menghitung konsumsi BBM dengan jarak tempuh kapal.

"Dari situ ditemukan adanya ketidakcocokkan, atau selisih konsumsi BBM lebih rendah sekitar 1.000 liter perhari antara hasil observasi dibandingkan dengan yang dilaporkan ke kantor," ujarnya.

Sebanyak 17 terdakwa, menurut Wahyu, memiliki peran masing-masing sesuai SOP di PT Meratus Line maupun di PT Bahana Line. Penggelapan dilakukan dengan mengurangi volume pengisian BBM ke tangki kapal PT Meratus Line dari kapal tongkang penyalur BBM.

"Contohnya jika tangki kapal seharusnya diisi 100 kilo liter, tapi yang diisikan 80 kilo liter, 20 kilo liter sisanya dimasukkan lagi ke tangki kapal tongkang pengisi BBM, tapi dalam laporan disebut sudah diisi 100 kilo liter sesuai order," katanya.

Hasil BBM yang digelapkan lalu dijual lagi kepada pihak penyalur dengan harga di bawah harga yang ditetapkan pemerintah  yakni Rp2.750 per liter. "Hasil penjualan BBM solar yang digelapkan lalu dibagi kepada semua pihak yang terlibat dalam aksi penggelapan," ujar Wahyu.

Para tersangka dianggap melanggar pasal 374 KUHP tentang penggelapan Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP. Mereka terancam hukuman maksimal 5 tahun penjara. 

Terpisah, Head of Legal Affairs PT Meratus Line Donny Wibisono, menyebut jumlah BBM yang digelapkan lebih banyak. Berdasarkan Laporan Internal Audit PT Meratus Line, total kerugian mencapai lebih dari Rp 501 miliar dengan volume BBM yang digelapkan mencapai puluhan juta liter selama periode Mei 2015 hingga Januari 2022.

"Selama periode Desember 2021 hingga  1-23 Januari 2022 saja, total BBM yang digelapkan mencapai sekitar 1,67 juta liter senilai sekitar Rp17,3 miliar," kata Donny.

Donny berharap penegakan hukum atas perkara ini dapat berlangsung dengan baik dan memproses secara hukum semua pihak yang terlibat. Dia yakin penegakan hukum yang tegas dan tidak pandang bulu dapat mendorong iklim usaha yang kondusif di sektor logistik kemaritiman, serta mendorong efisiensi biaya pengiriman barang melalui jalur laut.

"Kelancaran distribusi barang akan  meningkatkan nilai kompetitif produk dalam negeri dan, pada akhirnya, mengakselerasi roda ekonomi nasional," ujarnya.