JAKARTA - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) belum menerima data dari China tentang rawat inap COVID-19 yang baru sejak Beijing mencabut kebijakan nol-COVIDnya, mendorong beberapa ahli kesehatan untuk mempertanyakan apakah mungkin menyembunyikan informasi tentang tingkat wabahnya.
Namun, WHO mengatakan kesenjangan dalam data mungkin disebabkan oleh otoritas China, yang sedang berjuang untuk menghitung kasus.
Kepala Darurat WHO Mike Ryan telah menunjuk kemungkinan masalah kapasitas.
"Saya tidak ingin mengatakan bahwa China secara aktif tidak memberi tahu kami apa yang sedang terjadi. Saya pikir mereka berada di belakang kurva," terangnya, melansir Reuters 23 Desember.
Laporan mingguan WHO menunjukkan peningkatan rawat inap untuk COVID-19 di China menjelang keputusan Beijing pada 7 Desember, untuk melonggarkan pembatasan pergerakan yang dimaksudkan untuk membasmi penularan virus, tetapi memicu protes publik yang luar biasa dan membuat negara ekonomi terbesar kedua di dunia itu tertatih-tatih.
Data itu memuncak pada 28.859 hingga 4 Desember, menurut grafik WHO, angka tertinggi yang dilaporkan di China sejak COVID-19 pertama kali muncul tiga tahun lalu, tetapi angka tersebut tidak ada dalam dua laporan terakhir.
Juru bicara WHO Margaret Harris mengatakan, untuk mengarahkan pertanyaan tentang pelaporan data ke negara yang bersangkutan. Misi diplomatik China di Jenewa tidak menanggapi pertanyaan Reuters.
China secara rutin dianggap meremehkan wabah COVID dan beberapa ahli mengatakan kriteria sempitnya untuk mengidentifikasi kematian, akan meremehkan jumlah sebenarnya. Beberapa perkiraan memprediksi kematian dalam jumlah besar di masa depan dan China telah berlomba untuk meningkatkan sistem kesehatannya.
Lawrence Gostin, seorang profesor hukum di Universitas Georgetown yang mengikuti WHO dengan cermat, menyebut data yang hilang itu "sangat mencurigakan".
"Yang saya tahu adalah bahwa China menyembunyikan data yang penting untuk memahami dampak penuh dari keputusannya untuk mengakhiri strategi nol-COVID," katanya.
BACA JUGA:
Sementara, Adam Kamradt-Scott, profesor Kesehatan Masyarakat Global di European University Institute, mengatakan negara-negara sering berusaha menyembunyikan tingkat wabah penyakit.
"Sulit untuk mengkritik China ketika ada negara lain yang belum melaporkan kasus COVID (sama sekali)," tandasnya.
Diketahui, aturan global tentang wabah penyakit mengharuskan negara untuk mengkomunikasikan informasi tentang wabah yang sedang berlangsung tetapi tidak dapat ditegakkan.