Polresta Mataram Tetapkan 2 Tersangka Kasus Penyalahgunaan BBB Subsidi untuk Proyek Bendungan
Solar subsidi dalam tangki yang menjadi barang bukti kasus penyalahgunaan BBM subsidi/DOK ANTARA

Bagikan:

MATARAM - Polresta Mataram, Nusa Tenggara Barat, mengungkap kasus dugaan penyalahgunaan bahan bakar minyak (BBM) jenis solar subsidi untuk kebutuhan alat berat pada proyek bendungan di Meninting, Kabupaten Lombok Barat.

"Dari hasil pengungkapan ini, kami sudah meningkatkan status penanganan ke tahap penyidikan dengan menetapkan dua tersangka," kata Kapolresta Mataram Kombes Mustofa di Mataram, Antara, Senin, 17 Juli.

Dua tersangka tersebut, kata dia, berinisial LSF warga Ampenan, Kota Mataram, dan RE yang berasal dari Wanasaba, Kabupaten Lombok Timur.

Penyidik menetapkan keduanya sebagai tersangka dengan menerapkan sangkaan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang ditambah dan diubah pada paragraf 5 huruf b Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.

"Terhadap kedua tersangka sudah dilakukan penahanan," ucap dia.

Mustofa menerangkan bahwa kasus dugaan penyalahgunaan BBM subsidi yang mengungkap peran kedua tersangka ini merupakan hasil tindak lanjut informasi masyarakat.

Kepala Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polresta Mataram Kompol I Made Yogi Purusa Utama turut menjelaskan bahwa peran kedua tersangka ini terungkap dari hasil penelusuran di lokasi proyek bendungan.

Dari hasil penelusuran, Yogi bersama tim unit tindak pidana tertentu (tipidter) menemukan aktivitas pemindahan BBM dari sebuah tangki bermuatan 5.000 liter ke tempat penampungan BBM yang ada di lokasi proyek.

"Dari interogasi sopir tangki, kemudian terungkap bahwa solar subsidi ini adalah milik LSF yang dibeli dari RE," ujarnya.

Menindaklanjuti informasi tersebut, kepolisian langsung melakukan penangkapan terhadap kedua pelaku di lokasi berbeda.

"Untuk LSF, ditangkap di Ampenan dan RE di Lombok Timur," ucap dia.

LSF dalam keterangan di hadapan penyidik mengakui bahwa dirinya membeli solar subsidi sebanyak 5.000 liter dari RE dengan harga per liter Rp8.200,00.

"Jadi, LSF ini diminta oleh pihak perusahaan asal Surabaya untuk menyediakan BBM untuk kebutuhan alat berat proyek. Namun, BBM yang disediakan BBM subsidi yang dalam aturannya tidak boleh untuk kegiatan industri," kata Yogi.

Terkait dengan peran RE, lanjut dia, terungkap sebagai pihak yang secara perorangan melakukan pengumpulan BBM subsidi untuk kebutuhan industri. Aktivitas tersebut berlangsung di Wanasaba, Kabupaten Lombok Timur.

"Untuk RE, dia punya gudang penampungan. Jadi, sebelum dijual, dia mengumpulkan solar subsidi dengan cara membeli per jeriken di SPBU. Kalau sudah memenuhi kuota 5.000 liter, dia menghubungi LSF," ujarnya.

Dari keterangan kedua tersangka, turut terungkap bahwa kegiatan demikian sudah berjalan sejak Maret 2023.

"Kata mereka, ini sudah berjalan sejak Maret. Mereka sudah menjual sebanyak 8 kali kepada pihak proyek," katanya.

Dengan mendapatkan keterangan tersebut, Yogi mengatakan bahwa pihaknya masih terus melakukan pengembangan di lapangan, termasuk perusahaan yang meminta LSF menyediakan BBM.

"Apakah dia punya andil juga atau tidak? Itu masih kami dalami dari pemeriksaan," ujar dia.

Terkait dengan informasi yang menyebutkan tersangka LSF, mantan anggota kepolisian ini punya pelindung atau penyokong dari aktivitas tersebut, Yogi menegaskan bahwa hal itu tidak memengaruhi proses hukum yang kini sedang berjalan.

"Pada intinya, kami menangani kasus ini sesuai dengan prosedur hukum. Jadi, siapa pun yang terbukti terlibat, akan kami tindak tegas secara hukum," ucapnya.