Bagikan:

JAKARTA - Pencemaran debu batu bara di kawasan Rusunawa Marunda, Cilincing, Jakarta Utara menjadi masalah tak berkesudahan yang dialami warga.

Pengacara publik LBH Jakarta Jihan Fauziah Hamdi memandang, Pemprov DKI tidak belajar dari pengalaman pencemaran udara yang sebelumnya pernah mereka tindaklanjuti dengan penjatuhan sanksi pencabutan izin lingkungan kepada pelaku pencemaran, yakni PT KCN.

"Kami menilai bahwa hingga hari ini, baik Dinas LH Provinsi DKI Jakarta maupun Sudin LH Jakarta Utara tidak belajar dari pengalaman pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh PT KCN sebelumnya," kata Jihan dalam keterangannya, Kamis, 22 Desember.

Hal ini, kata Jihan, terlihat dengan masih buruknya

pendataan serta pemberian informasi secara transparan kepada warga yang terdampak. Sebab, selama ini warga mesti melakukan aduan terlebih dahulu sebelum ditindaklanjuti.

Selain itu yang menjadi catatan pentingnya adalah bahwa hasil pemantauan tersebut menjadi tidak utuh dan menyeluruh, sehingga data yang disajikan pun tidak menjawab kebutuhan atas pencemaran yang terjadi.

Hal ini didasarkan pada fakta bahwa pencemaran debu batu bara yang masih terjadi setelah penjatuhan sanksi kepada perusahaan telah terjadi sejak 3 September 2022, namun pemantauan hanya dilakukan selama 9 sampai 11 hari.

"Sehingga, dapat diragukan hasil tersebut karena pada faktanya di lapangan masih adanya debu batu bara yang hinggap di selasar rumah warga," cecar Jihan.

Jihan melanjutkan, selama proses pemantauan, pihak Pemprov DKI tidak memberikan hasil maupun data yang diberikan kepada warga. Ia pun menilai menilai bahwa selama ini fungsi pengawasan terhadap pencemaran lingkungan di wilayah Marunda tidak berjalan dengan baik dan optimal.

"Hal ini tentu telah melanggar hak atas informasi terjadi karena baik penanggung jawab kegiatan/usaha maupun pejabat pemerintahan gagal menginformasikan sesegera mungkin mengenai pencemaran udara yang terjadi," imbuhnya.

Diberitakan sebelumnya, sejauh ini, ada satu perusahaan pelaku pencemaran debu batu bara yang telah disetop perizinan lingkungannya, yakni PT Karya Citra Nusantara, belum beroperasi kembali.

Kemudian, berdasarkan hasil pengawasan, Dinas LH DKI masih menemukan empat perusahaan yang masih mengeluarkan asap batu bara pada cerobong dalam kegiatan bongkar muat mereka.

Namun, Kepala Dinas LH DKI Jakarta Asep Kuswanto menyebut kadar emisi pada empat perusahaan tersebut masih berada di bawah standar ambang baku mutu yang ditentukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

"Ada 4 perusahaan yang memang menggunakan batu bara. Itu sudah kita cek baku mutu cerbong dan itu masih di bawah baku mutu. Kita masih cek apakah ada perusahaan lain yang berpotensi. Makanya sekarang kita sudah menaruh SPKU di Marunda untuk mengukur kualitas udara," ungkap Asep.

Sementara, terkait masih tercemarnya debu batu bara, Asep mengaku perusahaan yang operasionalnya menggunakan batu bara tidak bisa sepenuhnya bersih dari pencemaran udara. Meskipun kadar emisi masih di bawah baku mutu, asap yang keluar lewat cerobong masih bisa terbang dan terbawa ke arah Rusunawa Marunda.

"Namanya batu bara, apapun yang keluar dari cerobong, walaupun sedikit. Sedikit-banyak abu yang terbang, mungkin itu yang akhirnya terbawa angin dan sampe ke rusun. Jadi, memang kejadiannya seperti itu," jelas Asep.